66,1 Persen Warga Setuju Presidential Threshold Dihapus

Berita, Nasional50 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60




Jakarta, CNN Indonesia

Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas warga setuju dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold (PT) yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut survei, 66,1 persen responden setuju presidential threshold dihapus. Hanya 31,3 persen yang tidak setuju dengan hal tersebut.

Dari semua responden yang setuju, sebanyak 48,9 persen menyatakan setuju karena menilai pemilih akan memiliki lebih banyak pilihan capres-cawapres, 29,6 persen menilai parpol bisa mengajukan kadernya untuk maju, dan 16,3 persen menilai penghapusan PT memudahkan parpol mengajukan capres-cawapres tanpa harus berkoalisi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, 50,1 persen responden yang tidak setuju menyatakan penghapusan aturan ini akan membuat pemilih bingung karena banyak capres-cawapres.

Kemudian, 44,2 persen responden khawatir akan muncul capres-cawapres yang tak berkualitas, dan 3,5 persen menilai tak semua parpol siap mengajukan capres-cawapresnya.

Litbang Kompas juga menanyakan apakah responden setuju jika seluruh parpol bisa mengajukan calonnya, maka harus ada ketentuan agar yang diajukan merupakan kadernya sendiri.

Mayoritas responden atau sekitar 64,7 persen setuju, sedangkan yang tak setuju sekitar 33,8 persen, dan tidak tahu sebesar 1,5 persen.

Survei ini dilakukan pada 6-9 Januari 2025 dengan melibatkan 528 responden. Sampel ditentukan secara acak. Dengan tingkat kepercayaan di angka 95 persen dan margin of error +- 4,22 persen.

Adapun presidential threshold yang diatur dalam UU Pemilu Nomor 7/2017 telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

MK berpendapat Pasal 222 UU Pemilu tak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sebagaimana termaktub pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan putusan MK itu final dan mengikat.

Ia menyebut pemerintah menghormati dan terikat atas putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.

“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (3/1).

(mnf/tsa)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *