Bagaimana Sains Menjelaskan Peristiwa Isra Mi’raj?

Berita, Teknologi6 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60

Housekeeping.my.id –

Jakarta, CNN Indonesia

Peristiwa Isra Mi’raj merupakan perjalanan suci di abad ke-7 Masehi, bermula ketika Nabi Muhammad, ditemani Malaikat Jibril, pergi dari Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, menuju Baitul Maqdis, Masjidil Aqsa, Palestina hanya dalam waktu satu malam. Bagaimana sains menjelaskan peristiwa ini?

Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad menunggangi Buroq atau Buraq atau Burak, hewan anggun bersayap yang secara harfiah berarti kilat.

Peristiwa ini merupakan perjalanan yang melampaui kecepatan cahaya, yang secara teoritis tak mungkin digapai oleh makhluk fisik.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika merujuk Google Maps, perjalanan dari dua masjid suci itu bisa dilakukan via darat dengan mobil dengan rute tersingkat 16 jam 37 menit dengan jarak 1.471 km. Tidak ada opsi perjalanan via udara.

Dari Al Aqsa, Nabi Muhammad naik dari Bumi langsung ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh untuk menerima perintah salat lima waktu. Selama perjalanan tersebut, Nabi bertemu dengan para pendahulunya. mulai Nabi Adam hingga Nabi Ibrahim.

Selesai perjalanan, Nabi Muhammad kembali ke umatnya di Arab Saudi. Semua rangkaian perjalanan itu hanya berlangsung dalam satu malam.

Kecepatan cahaya

Dalam konteks fisika, perjalanan ini masih menjadi pertanyaan. Sains sejauh ini masih mengacu pada cahaya sebagai entitas dengan kecepatan tertinggi, yakni 299.792.458 km per detik.

Cahaya terdiri dari foto yang tak bermassa, membuatnya tidak membutuhkan energi untuk melaju. Tak ada materi yang riil, di luar teori-teori yang dapat melampaui kecepatannya.

Fisikawan terkemuka Albert Einstein, lewat teori relativitas umum dan khusus, menyatakan bahwa semakin mendekati kecepatan cahaya, materi akan membutuhkan energi teramat besar dengan kecepatan waktu yang makin melambat.

Lantas, bagaimana Rasulullah SAW, Jibril, dan Buroq melampaui itu semua?

Guru Besar Teori Fisika Institut Teknologi Surabaya (ITS) Agus Purwanto mengatakan peristiwa Isra Mi’raj tidak dapat dijelaskan dari sisi Teori Relativitas Khusus Einstein.

“Cahaya ini diketahui oleh ilmuwan dan diidentifikasi bahwa kecepatan cahaya itu 300.000 km per detik. Sehingga jika cahaya ini melingkar mengelilingi Bumi, maka satu detik ini bisa mengelilingi Bumi sekitar 6 sampai 7 kali,” tutur Agus, melansir laman Muhammadiyah.

Dua postulat utama dari teori ini adalah, pertama, kecepatan cahaya di ruang hampa bergera ke semua arah sama besarnya untuk semua pengamat, tidak bergantung kepada gerakan sumber cahaya atau pengamat itu.

Kedua, semua hukum fisika bisa dinyatakan dengan bentuk persamaan yang bentuknya sama pada semua kerangka acuan secara inersia atau kelembaman (kondisi objek menolak perubahan terhadap kondisi geraknya).

Agus menjelaskan, jika memakai Teori Relativitas Khusus, Rasulullah SAW belum keluar dari sistem Tata Surya kita.

“Kita asumsikan kejadian mulai ba’da (selepas) salat Isya atau jam 20.00 sampai jam 4.00 pagi menjelang Subuh. Jadi membutuhkan waktu 8 jam, karena perjalanannya bolak-balik, maka antara pulang pergi memerlukan waktu yang sama 4 jam,” tuturnya.

Karena menggunakan Buraq, Agus menilai Rasulullah melaju dengan kecepatan cahaya. Hasilnya, dalam satu jam, Rasulullah dapat menempuh jarak hingga 4.320.000.000 km.

Jarak tersebut lebih pendek dari jarak Neptunus, yang merupakan planet terluar dengan Bumi.

“Neptunus ini diketahui jaraknya 4.335.000.000 km. Jadi ini masih lebih besar dari jarak yang ditempuh oleh cahaya selama 4 jam, artinya Baginda Rasulullah dalam waktu 4 jam belum sampai di Neptunus. Ternyata belum sampai keluar dari Tata Surya kita,” urainya.

Agus pun menyebut Isra Mi’raj belum bisa menggunakan Teori Relativitas Umum dari Einstein.

Teori yang dicetuskan Einstein 10 tahun setelah Teori Relativitas Khusus itu intinya menyebut objek yang dalam kondisi inersia bisa saling mempercepat terhadap acuan yang lain. Gravitasi jadi fokusnya karena bisa melengkungkan ruang-waktu.

Ia menilai teori tersebut mengisyaratkan ruang dan dimensi tinggi, imaterial atau gaib, di sekitar manusia.



Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250122161027-199-1190277/bagaimana-sains-menjelaskan-peristiwa-isra-miraj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *