Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan efisiensi anggaran pada tahun 2025 hingga Rp2,074 triliun.
Jumlah pagu awal BRIN tahun anggaran 2025 adalah sebesar Rp5,842 triliun. Namun, karena ada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, pagu anggaran BRIN tahun ini mengalami efisiensi sebesar Rp2,074 triliun.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa sumber anggaran terbesarnya berasal dari operasional. Besarannya mencapai 71 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari paparan Kepala BRIN soal efisiensi anggaran dalam Rapat Dengan Pendapat bersama Komisi X DPR RI terungkap bahwa “BRIN harus menghapuskan seluruh anggaran riset dan inovasi riset di 12 Organisasi Riset” untuk mencapai efisiensi sesuai target Rp2,07 triliun.
Itu artinya, seluruh organisasi riset di BRIN tidak akan mendapat dana riset jika pemotongan anggaran tersebut dilakukan. Saat ini terdapat 12 organisasi riset di BRIN, yakni Kebumian dan Maritim; Hayati dan Lingkunga;, Pertanian dan Pangan; Kesehatan; Arkeologi, Bahasa dan Sastra; Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora; Tenaga Nuklir; Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat; Nanoteknologi dan Material; Elektronika dan Informatika; serta Penerbangan dan Antariksa.
Salah satu sumber CNNIndonesia.com di BRIN, yang juga merupakan seorang peneliti, mengatakan bahwa rencana efisiensi anggaran, termasuk menghapus dana riset ini membuat para periset kelabakan.
“Pemotongan dana riset itu khususnya pembatasan personil untuk riset lapangan, pembatasan/peniadaan belanja bahan, dan juga pemotongan dana lainnya. Jadi banyak sekali, membuat periset kelabakan,” kata peneliti tersebut, yang menolak namanya disebutkan, Jumat (7/2).
Menurut dia pemotongan dana riset itu tidak dibarengi dengan penurunan beban kinerja. Malah, kata dia, ada peningkatan beban kinerja agar lebih maksimal.
Beban Kinerja yang masih tiap tahun ditagih itu misalnya publikasi jurnal internasional bereputasi menengah dan tinggi, model rekayasa iptek, dan juga paten.
“Kalau itu tidak tercapai setahun, berimplikasi pada tertundanya kenaikan pangkat golongan dan jabatan fungsional,” ujarnya.
“Bahkan bisa terancam pensiun dini,” tuturnya.
Pemotongan dana riset ini juga membuat peneliti harus mengocek dana pribadi untuk melakukan penelitian, meski menurutnya hal ini bukan barang baru di beberapa pusat riset, “karena ketiadaan anggaran ketika instansinya dilebur ke BRIN”.
“Kini dengan adanya efisiensi, maka akan semakin besar pula kocek pribadi untuk menutup lubang dana proses riset hingga publikasinya,” jelasnya.
Kembalikan marwah BRIN
Isu pemotongan dana riset ini membuat sejumlah periset menyatakan sikapnya. Peneliti lain, yang namanya juga tak mau disebutkan, sempat mengirimkan pernyataan sikap sejumlah periset BRIN mengenai polemik ini.
Mereka meminta agar mengembalikan “marwah BRIN sebagai lembaga yang menaungi ilmu pengetahuan di Indonesia”.
Dalam pernyataan tersebut, para periset menyatakan bahwa BRIN memiliki tiga fungsi utama. Pertama, sebagai wadah dalam publikasi yang tidak terbatas hanya publikasi ilmiah terindeks global, tapi bisa nasional maupun diterbitkan oleh penerbit nasional maupun internasional.
Kedua, wadah produksi policy brief, policy recommendation untuk pemerintah dan lain-lain. Dan ketiga, wadah advokasi lewat berbagai saluran, termasuk kebijakan yang berbasis riset.
Kendati begitu, menurut mereka infrastruktur dan ekosistem riset belum dibangun untuk mendukung ketiga fungsi tersebut.
Terkait efisiensi anggaran, termasuk pemotongan dana riset, mereka mengkritik hal tersebut karena “tuntutan output peneliti tetap/ meningkat dengan ancaman sanksi bila tidak terpenuhi”.
Para periset juga mengungkap bahwa dukungan pendanaan terhadap penerbitan publikasi internasional tidak ada. Selain itu, menurut mereka tidak ada fungsi pembinaan terhadap peneliti daerah akan mematikan kapasitas peneliti.
“Jika anggaran untuk riset lapangan dan laboratorium ditiadakan, tapi target keluaran tetap atau bahkan lebih tinggi maka BRIN menerapkan praktik l’ exploitation d ‘homme par homme atau penindasan manusia oleh manusia,” ujar pernyataan tersebut.
“Hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, karena BRIN terlalu mementingkan output maksimal dengan fasilitas minimal,” lanjut mereka.
Selain pemotongan dana riset, Kepala BRIN juga berencana menghapus belanja pegawai ke-13 dan ke-14 bagi seluruh ASN BRIN.
Handoko membenarkan paparan mengenai efisiensi tersebut. Menurut dia hal tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang diteken Prabowo pada 22 Januari 2025.
Namun begitu, ia memastikan semua paparan tersebut belum tentu akan dilaksanakan, karena baru sebatas simulasi.
“Kami tentu harus melaksanakan dan menindaklanjuti dengan membuat berbagai langkah yang saat ini masih kami simulasikan,” tutur Handoko.
(dmi/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250207195021-199-1195885/peneliti-brin-resah-anggaran-riset-dipotong-demi-efisiensi