Housekeeping.my.id –
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah menerima 526 pengaduan dari warga korban Pertamax diduga oplosan sejak resmi membuka posko pada Jumat (28/2).
“Sudah 526 pengaduan yang masuk,” ujar Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Minggu (2/3).
Dalam kanal aduan tersebut, Fadhil menuturkan warga diminta untuk melampirkan bukti seperti sejak kapan memakai Pertamax, sudah berapa banyak biaya yang dikeluarkan, dampak yang dialami hingga pengawasan apa yang diperlukan agar kejadian serupa tidak berulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari aduan-aduan tersebut, Fadhil menjelaskan nantinya akan dilakukan analisis untuk diambil langkah selanjutnya. Saat dikonfirmasi apakah akan menempuh jalur gugatan perdata, Fadhil belum bisa memastikan.
“Tergantung, harus pelajari data pengaduan dulu kira-kira kebutuhannya apa,” ucap dia.
Fadhil menjelaskan alasan pihaknya membuka posko pengaduan.
Sejak Kejaksaan Agung mengumumkan penanganan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018-2023, kata dia, banyak warga yang mengungkapkan keresahannya di media sosial.
Mulai dari merasa tertipu oleh PT Pertamina, hingga kondisi kendaraan bermotornya yang memburuk akibat kualitas BBM jenis Pertamax yang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan Pertamina.
“Keresahan warga semakin besar lantaran pihak Pertamina menyampaikan sanggahan-sanggahan terhadap polemik ini tanpa disertai bukti yang jelas dan akurat,” kata Fadhil.
Menurut dia, perlu ada pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya. Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan pemeriksaan tersebut, Fadhil berharap ditemukan fakta-fakta kredibel yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
“Jika benar dugaan pengoplosan ini terjadi, maka hal ini berdampak pada kerugian warga sebagai konsumen utama BBM. Dalam konteks tersebut, maka warga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan kebutuhannya untuk mendapatkan pemulihan dan menjamin kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa depan,” ungkap dia.
Sementara itu, Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Muhamad Saleh menjelaskan kasus dugaan korupsi yang sedang diusut Kejaksaan Agung mencerminkan tata kelola energi yang buruk di Indonesia. Mulai dari subsidi BBM yang tidak transparan, pengawasan yang lemah, hingga akuntabilitas dalam pengadaan minyak yang minim.
Kata dia, mekanisme yang ada cenderung reaktif bukan preventif. Sementara data impor dan transaksi pembelian minyak tidak terbuka bagi publik membuka celah bagi praktik korupsi.
“Sayangnya, penyelesaian kasus korupsi di sektor ini masih berfokus pada kerugian negara, bukan pemulihan hak rakyat yang terdampak,” ungkap Saleh.
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250302121046-85-1204051/lbh-jakarta-terima-526-pengaduan-warga-korban-pertamax-diduga-oplosan