Jakarta, CNN Indonesia —
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Gina Sabrina menilai mestinya pos tentara aktif di Badan Narkotika Nasional (BNN) dihapus dalamĀ RUU TNI.
Sebab, peran tentara menangani masalah narkotika dalam operasi militer selain perang (OMSP) sudah dihapus.
“Harusnya ketika OMSP [menangani narkoba] dihapus, mereka enggak bisa duduki di jabatan narkotika nasional. Karena konteks berbeda,” kata Gina dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube PBHI, Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam draf RUU TNI terbaru, peran TNI dalam membantu penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya dalam OMSP dihapus. Awalnya beleid ini masih muncul dalam DIM RUU TNI tertanggal 15 Maret 2025.
Kemudian, Pasal 47 draf RUU TNI masih mengatur bahwa TNI aktif diperbolehkan menjabat di BNN. Menurut Gina, perubahan ketentuan ini tidak sinkron.
“Menjadi kritik bagi kami karena tak sinkron. Ketika OMSP berkaitan dengan narkotika sudah dihapus di Pasal 7. Tapi pertanyaannya prajurit aktif masih menempati jabatan di narkotika nasional,” ujar dia.
Gina kemudian mencurigai para perwira TNI aktif akan ‘dikaryakan’ di BNN lantaran jumlahnya alami surplus.
Padahal, ia melihat BNN dalam bertugas lebih mengedepankan aspek penegakkan hukum, bukan pendekatan pertahanan dan keamanan.
Terlebih lagi, ia mengatakan prajurit militer dilatih untuk dibunuh atau membunuh. Gina mewaspadai ketika TNI berhadapan dengan diduga pengguna narkoba, maka bisa dianggap sebagai musuh dan bisa dibunuh.
“Oleh karena ini sangat rentan pelanggaran HAM bisa terjadi karena TNI punya senjata api,” kata Gina.
DPR berencana mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (20/3) esok. Padahal, rancangan aturan ini dikecam oleh banyak pihak lantaran dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi.
(rzr/tsa)