Aksi Teror ke Tempo dan Kewajiban Negara Menjamin Kebebasan Pers

Berita, Nasional5 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60



Daftar Isi



Jakarta, CNN Indonesia

Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta mengusut tuntas dalang aksi teror terhadap media Tempo dalam rangka menjamin kebebasan pers di Indonesia.

Redaksi Tempo mengalami dua aksi teror yang terjadi pada kurun waktu sepekan terakhir. Teror pertama terjadi pada Rabu (19/3), lewat pengiriman paket berisi kepala babi tanpa telinga yang ditujukan kepada wartawan politik Francisca Christy Rosana.

Aksi teror itu kemudian dilaporkan oleh Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra ke Bareskrim Polri, pada Jumat (21/3). Alih-alih berhenti, teror justru kembali dialami Tempo keesokan harinya lewat paket berisikan enam bangkai tikus lengkap dengan kepala yang terpenggal.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bedanya, dalam aksi teror terakhir tidak ada sosok spesifik yang ditujukan sebagai penerima paket. Tempo menyebut dari hasil pemeriksaan diketahui kotak berisi bangkai tikus itu dilempar oleh orang tak dikenal dari luar pagar sekitar pukul 02.11 WIB.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku sudah menugaskan Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada untuk mengusut aksi teror yang terjadi di Kantor Tempo.





Sigit mengatakan Polri akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk menjaga keamanan di masyarakat dan memastikan bakal menindaklanjuti kasus tersebut.

Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan penyidik Bareskrim Polri telah melakukan oleh tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan CCTV di Gedung Tempo, pada Minggu (23/3).

Polisi harus usut tuntas

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai pemerintah melalui kepolisian harus mengusut tuntas dan menemukan kedua pelaku teror terhadap media Tempo tersebut.

READ  Pilu Warga Gaza Pulang ke Rumah Tinggal Puing

Azmi memandang hal itu menjadi penting sebagai bentuk jaminan terhadap kemerdekaan pers serta kebebasan berpendapat di Indonesia. Ia menegaskan pengiriman kedua paket itu merupakan bentuk teror yang nyata dan tidak bisa lagi dianggap sepele oleh pemerintah.

“Kejadian teror tersebut harus didorong dan dituntaskan lewat penegakan hukum agar kemerdekaan Pers tetap dapat terlindungi,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (24/3).

Ia menilai aksi teror yang dilakukan pelaku tersebut tidak mungkin tanpa alasan. Menurutnya aksi itu pasti didasari dengan motif intimidasi ataupun menebar ketakutan dan ancaman kepada media Tempo.

Karenanya, ia menegaskan perbuatan teror kepala babi dan bangkai tikus itu telah melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terkait menghalangi kerja-kerja jurnalistik atau Pasal 335 KUHP.

“Dewan Pers juga harus segera bersikap dan mendorong kepolisian untuk segera mengusut kasus ini dan menindak tegas pelaku teror,” jelasnya.

Ancaman Teror ke Seluruh Media

Di sisi lain, Azmi mengatakan aksi teror tersebut bukanlah permasalahan bagi Tempo semata melainkan terhadap seluruh media yang ada di Indonesia. Pasalnya hal tersebut dapat dilihat sebagai bentuk serangan terhadap eksistensi dari pers dan media itu sendiri.

“Ini menyangkut eksistensi dari kemerdekaan pers dalam mewujudkan negara yang demokratis dan tranpasransi publik,” tuturnya.

“Sebab Pers menjadi bagian krusial untuk menjembatani kepentingan masyarakat termasuk mengkritisi dinamika kebijakan yang tidak tepat serta bagian dari kontrol sosial,” imbuhnya.

Senada Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menilai dalam skala yang lebih luas maka aksi teror itu dapat diartikan sebagai teror terhadap selurun pers yang ada di Indonesia.

Aan memandang jika hal ini terus dibiarkan maka pelaku teror seakan-akan mendapatkan legitimasi untuk kembali melakukan hal serupa kepada media lainnya jika dirasa mengganggu kepentingan mereka.

READ  Terminal 2F Soetta Khusus Haji-Umroh Mulai Beroperasi Akhir Januari

“Sekarang Tempo tapi pers yang lain juga memiliki potensi yang sama. Ketika menyuarakan kebenaran, maka akan dihadapkan pada aksi pengancaman yang sama. Jadi ini teror kepada seluruh pers,” tegasnya.

Kecam Kepala PCO Hasan Nasbi

Oleh sebab itu, ia menyayangkan respon Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi yang dinilai mengentengkan perbuatan teror terhadap Tempo dengan meminta agar kepala babi untuk dimasak saja.

Perbuatan itu, kata dia, justru seakan-akan memberikan legitimasi terhadap pelaku bahwa teror kepada pers atau media bukanlah masalah besar dan tidak mengapa untuk dilakukan.

“Ini tidak punya sense tentang Pers yang seharusnya itu terbebas dari teror-teror. Itu sangat menggampangkan dan seolah pers itu malah tidak ada independensinya karena dibiarkan saja. Ini yang tentunya sangat disayangkan,” tuturnya.

Aan memandang seharusnya pemerintah hadir melalui respon cepat dengan memberikan perlindungan atau menjamin keselamatan masyarakat. Bukan lewat lelucon yang tidak perlu dan terkesan menyepelekan aksi teror.

“Kecepatan mereaksi itu menjadi sangat penting, sehingga merasakan bahwa warga negara ini tidak sendirian. Ada negara yang hadir untuk melindungi,” jelasnya.

“Bukannya malah disuruh masak kepala babi. Bagaimana dengan yang tikus enam itu dipenggal? Apakah juga harus dimasak? Ini lelucon yang sangat tidak lucu,” imbuhnya.

Sementara itu, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Erick Tanjung mengatakan pihaknya telah berupaya membantu kepolisian dengan menyiapkan bukti-bukti yang bisa dijadikan petunjuk untuk segera menangkap pelaku sekaligus dalang di baliknya.

“Ini sangat sistematis jadi tidak boleh ada pembiaran. Tidak boleh ada impunitas terhadap pelaku teror terhadap jurnalis,” ucap Erick.

“KKJ melihat situasi keamanan dan keselamatan jurnalis saat ini di Indonesia sudah masuk tahap darurat. Ini bahaya sehingga negara wajib hadir,” lanjut dia.

READ  Kenapa Burung Bisa Membahayakan Penerbangan? Ini Kata Pakar

Di sisi lain,  AJI Indonesia mencatat sebanyak 22 kasus teror dan kekerasan dilaporkan dialami jurnalis Indonesia pada tahun 2025 ini.

“Dari tahun 2025 ini, itu sudah 22 kasus yang masuk ke AJI. Kita bayangkan berarti satu bulan itu ada berapa kasus? Berarti tiap minggu atau mungkin 3 hari sekali itu ada kasus kekerasan,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida dalam konferensi pers daring Komite Keselamatan Jurnalis, Minggu (23/3).

Nany menerangkan pada kasus Tempo, setelah teror kepala babi dikirim dan dilaporkan ke Bareskrim Polri, teror yang lain justru datang keesokan harinya. Menurutnya, ini menandakan bahwa pelaku memang tidak takut karena tahu ada impunitas dalam hukum di Indonesia.

“Kita juga melihat kenapa kasus intimidasi, kasus kekerasan ini tidak selesai-selesai? Bisa jadi hukum juga tidak berpihak kepada jurnalis,” ucapnya.

“Banyak kasus-kasus konten itu dilaporkan ke polisi padahal harusnya dilaporkan ke Dewan Pers kalau ada hubungan dengan jurnalistik. Tapi polisi tetap mengambil kasus ini dan memproses kasus ini. Ini juga menjadi concern kami karena antara Dewan Pers dan kepolisian sudah ada MoU,” lanjut Nany.

Nany berharap Polri dapat segera melakukan sesuatu sehingga angka-angka kekerasan ini tak cuma tinggal angka.

(tfq/dal)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *