Ambisi RI Punya Pembangkit Nuklir di 2032, Amankah?

Berita, Ekonomi6 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60

Housekeeping.my.id –


Jakarta, CNN Indonesia

Pemerintah berambisi membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia pada 2032. Ini sebenarnya bukan cita-cita baru.

Mimpi membangun pembangkit nuklir maju-mundur selama puluhan tahun. Namun, rencana itu dimantapkan di akhir era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan menjadi Ketua Organisasi Implementasi Program Energi Nuklir (Nuclear Energy Program Implementation Organization/ NEPIO).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rencana itu berlanjut di era Presiden Prabowo Subianto. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut persiapan PLTN sudah dimulai dan akan beroperasi 2032.



“Fase pengembangan infrastruktur PLTN saat ini memang sedang pada fase pertama, yaitu pertimbangan menuju penetapan,” ucap Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di Ruang Rapat Komisi XII DPR RI, Selasa (18/2).

Eniya berkata fase pertama ini ditetapkan berdasarkan pedoman dari International Atomic Energy Agency (IAEA). Untuk lanjut ke operasi, Indonesia butuh merevisi beberapa aturan. Salah satunya, menyiapkan regulasi pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO).

Pemerintah berencana membangun reaktor berkapasitas 250 MW. Reaktor itu termasuk jenis Small Modular Reactor atau SMR (Reaktor Modular Kapasitas Kecil).

Pengamat energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan nuklir memang terbukti bisa menghadirkan energi murah. PLTN menggunakan uranium yang bisa berumur hingga 40 tahun. Dari segi biaya, pembangkit nuklir bisa memangkas biaya energi hingga 50 persen dibandingkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

READ  Israel-Hizbullah Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata di Lebanon

Meski begitu, Yayan justru menyoroti aspek keamanan PLTN. Dia berkata ada bahaya serius bila PLTN tidak dioperasikan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

“Jangan sampai kejadian seperti kasus Chernobyl. Itu kenapa dia bocor? Karena ada korupsi dari sisi bahan bakar reaktor yang seharusnya pakai standar yang baik seperti di negara-negara Barat, dia malah pakai yang murahnya, itu pakai grafit,” kata Yayan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (27/2).

Dia khawatir Indonesia tak siap mengoperasikan PLTN karena masih punya persoalan tata kelola pemerintahan. Yayan khawatir korupsi hingga otak-atik anggaran bisa memicu kecelakaan di PLTN dan menimbulkan bahaya.

Selain itu, persoalan PLTN adalah pengelolaan limbah nuklir. Limbah itu tak bisa dibuang ke alam. Harus ada penyimpanan yang baik dan butuh uang yang banyak. Ia lantas mengingatkan kasus kebocoran reaktor di Fukushima, Jepang, pada 2011 karena gempa bumi dan tsunami. Indonesia bisa mengalami ancaman serupa karena berstatus negara rawan bencana.

“Jepang itu memiliki sistem protokol yang paling baik di dunia, tapi ketika ada gempa bumi, jadi di sini kita harus ada mitigasi risiko. Mitigasi risiko ini itu tidak bisa dibuat main-main hanya dengan memikirkan bahwa energi itu murah,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa tak setuju dengan rencana pembangunan PLTN. Pembangkit nuklir cenderung mahal karena Indonesia tak punya teknologi dan sumber daya energinya.

Ia menjelaskan Indonesia belum bisa memproduksi SMR sehingga harus mengimpor reaktor. Selain itu, operator PLTN tentu warga negara lain karena SDM lokal belum mempunyai ilmunya.

“Sekali membangun PLTN, menurut saya, akan punya ketergantungan terus-menerus kepada si negara yang membuat itu, kita akan bergantung sepenuhnya,” kata Fabby.

READ  Perkenalkan Romi Lacatan, si Robot AI yang Penuh Perhatian

Dia mengatakan masih banyak sumber daya energi yang bisa Indonesia manfaatkan. Indonesia punya potensi energi terbarukan hingga 3.686 GW.

Berdasarkan studi terbaru IESR, ada 333 GW dari 632 lokasi proyek energi terbarukan skala utilitas yang layak secara finansial. Rinciannya adalah kapasitas PLTS ground-mounted sebesar 165,9 GW, PLTB onshore sebesar 167,0 GW dan PLTM sebesar 0,7 GW.

Fabby mengatakan pembangkit listrik dengan energi-energi itu juga bisa dibangun dengan cepat. Tidak seperti PLTN yang butuh waktu lama hingga beroperasi.

“Ada potensi 333 GW yang ada di seluruh Indonesia yang itu hanya untuk surya, angin dan hidro yang secara teknis visibel dan juga secara ekonomis bankable. Artinya listrik yang dihasilkan relatif terjangkau,” ucapnya.

[Gambas:Video CNN]

(pta)


Artikel ini Disadur Dari Berita : https://cnnindonesia.com/ekonomi/20250228062641-85-1203317/ambisi-ri-punya-pembangkit-nuklir-di-2032-amankah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *