Aturan Belum Jelas, Perencanaan Tak Matang

Berita, Nasional70 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60




Jakarta, CNN Indonesia

Pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) yang jadi program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto baru berjalan dua hari, namun sudah menuai sorotan tajam dari publik.

Pelbagai keluhan dibeberkan para penerima manfaat program ini. Mulai dari tak ada susu, rasa makanan yang hambar sehingga tak disukai siswa turut mewarnai pelaksanaan perdana MBG.

Banyak siswa juga tidak menyukai sayuran tertentu sehingga tak dihabiskan. Sehingga berharap ke depan menu dapat divariasikan agar bisa tertarik untuk memakannya. Kemudian ada pula keluhan mengenai waktu pengantaran makanan yang mepet dengan jam pulang sekolah atau justru mengurangi waktu belajar.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada pula siswa yang belum lapar lantaran sudah sarapan di rumah. Alhasil, tak jarang siswa membungkus makanan yang diberikan untuk dimakan di rumah lantaran tidak habis.

Program makan bergizi gratis merupakan janji kampanye Prabowo-Gibran saat pemilihan presiden 2024. Program ini awalnya bernama ‘makan siang gratis’, namun kini berubah menjadi makan bergizi gratis. Program MBG ini menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp71 triliun di tahun 2025.

Pada tahap awal, program ini rencananya menyasar 3 juta anak. Namun Badan Gizi Nasional (BGN) hanya menyediakan makanan untuk 600 ribu anak pada tahap awal. Program ini telah tersebar di 190 titik di 26 provinsi di fase awal.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah melihat pelbagai keluhan dari para siswa penerima MBG ini karena tata kelola program MBG yang belum jelas.

Perencanaan belum matang

Ia melihat program ini seperti belum memiliki standar operasional prosedur (SOP), petunjuk teknis (Juknis) yang rigid. Sehingga masih menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan.

“Masalahnya kan itu masalah tata kelola ini, di lihat dari tata kelola ini memang persoalannya kan seperti belum ada payung hukumnya secara jelas gitu loh, peraturan teknisnya seperti apa, standar operasi prosedurnya apa, juklaknya,” kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/1).

Trubus juga menyoroti pelaksanaan awal program MBG ini seperti ‘uji coba kebijakan yang diperluas’. Sebab, ia melihat perencanaan yang belum matang sehingga berdampak pada persiapan infrastruktur masih terbatas.

Ia mencontohkan masih banyaknya keluhan pengantaran makanan ke sekolah yang mepet dengan jam pulang sekolah menunjukkan masih terbatasnya infrastruktur pendukung program ini.

Kemudian ia menyoroti masih banyak anak-anak yang tak doyan dengan makanan yang diberikan menandakan adanya penyeragaman dalam program ini.

“Banyak makanan datangnya sudah telat ini, kan harus ada perencanaan sejak awal sebenarnya. Kemudian selera anak tak sesuai. Nah yang memasak harusnya bukan pakai catering. Harusnya yang memasak itu orang tua dari anak-anak yang ada di situ, jadi misalnya PKK gitu lah yang di sekolah itu, jadi dia memahami selera anak sekolah di situ,” kata dia.

Di sisi lain, Trubus menjelaskan implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila perencanaan awal sudah berjalan baik.

Ia melihat program MBG sebetulnya sebagai program yang bagus, namun belum ditemukan skema baku yang jelas. Sehingga, pelaksanaan MBG di fase awal ini pemerintah seperti berprinsip ‘programnya berjalan dulu nanti diperbaiki’.

Trubus juga menyarankan prioritas awal dari program MBG di fase awal sebaiknya dijalankan di daerah terluar, tertinggal dan terdepan atau 3T. Bagi Trubus, Anak-anak di kawasan ini lebih membutuhkan makan bergizi gratis ketimbang di daerah perkotaan mewah.

“Kebijakan ini bagus itu untuk nilai-nilai yang mungkin di 3T dulu. Atau kalau di Jakarta bisa di kampung-kampung di bantaran sungai, di bawah kolong tol itu. Kalau yang tinggal di Menteng, pondok indah itu enggak usah sekolah-sekolah yang mewah-mewah itu tidak usah,” kata dia.

Atur waktu ideal 

Peneliti Global Health Security di Pusat Lingkungan Hidup dan Kesehatan Penduduk Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman turut menyoroti pelaksanaan distribusi makanan dalam program MBG yang tidak selaras dengan kebutuhan waktu makan anak.

Baginya, waktu distribusi makanan kepada anak-anak sekolah menjadi penting karena untuk memastikan program ini optimal. Ia kemudian menyarankan waktu distribusi makanan bagi anak tingkat TK atau SD dilakukan pada sebelum memulai pelajaran.

“Jadi kalau bicara saran penjadwalan dan logistik saya menyarankan prioritaskan pengantaran makanan ke sekolah TK lebih awal misalnya jam 07.30-08.00 waktu setempat. Sehingga dapat diberikan sebelum pulang,” kata Dicky.

Dicky menjelaskan dalam kurun waktu tersebut agar anak-anak pada usia TK dan SD membutuhkan asupan energi untuk menjaga konsentrasi di pertengahan kegiatan belajar.

Di sisi lain, ia memberikan masukan waktu distribusi makanan bagi anak tingkat SMP dan SMA idealnya diberikan saat istirahat tengah hari atau sekitar pukul 11.00-12.00.

“Ini juga untuk mendukung aktivitas belajar mereka selanjutnya. Pemberian makanan di pertengahan pelajaran ini bisa mengganggu proses belajar-mengajar,” kata dia.

Di sisi lain, Dicky menyarankan diterapkannya sistem kluster distribusi makanan berdasarkan jarak dan waktu operasional dari dapur. Sistem ini penting supaya pengantaran lebih efisien.

“Dan ini juga penting melibatkan pihak sekolah untuk menentukan waktu makan yang ideal supaya sesuai dengan jadwal mereka. Dan perlu juga dipastikan sekolah ini punya fasilitas yang cukup untuk menyimpan makanan,” kata dia.

(rzr/DAL)


[Gambas:Video CNN]






Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *