Jakarta, CNN Indonesia —
Andi Prabowo (44), ayah Gamma Rizkynata Oktafandy (17) yang tewas ditembak Aipda Robig Zaenudin, mengatakan puas dengan hasil sidang kode etik yang memutuskan pelaku dihukum Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat.
“Puas sekali dengan (putusan) pemberhentian tidak hormat yang dilakukan kepada tersangka. Harapannya ya ditolak banding yang dilakukannya,” kata Andi, Senin (9/12) diberitakan Detik Jateng.
Dia mengatakan baru pertama kali melihat Robig yang menembak anaknya saat mengikuti sidang etik. Sidang etik ini digelar di Mapolda Jateng, Semarang, mulai sekitar 13.25 WIB hingga 20.30 WIB.
Andi mengungkap perasaannya jengkel dan marah sekali. Dia juga mengatakan tak mendapat permintaan maaf dari Robig.
Kuasa hukum keluarga Gamma, Zainal Abidin, mengatakan keputusan sidang etik itu sesuai perkiraan dan permintaan keluarga.
Zainal bilang PTDH itu dijatuhkan pada Robig karena menembak siswa SMKN 4 Semarang dan menyebabkan salah satunya, Gamma, meninggal, tidak dalam rangka menjalankan tugas dan tidak dalam kondisi nyawanya terancam.
“Itu artinya sewenang-wenang, perbuatan yang dilakukan polisi secara sewenang-wenang pasti putusannya maksimal, yaitu PTDH,” ucap Zainal.
Menurut Zainal, Robig yang memilih mengajukan banding tak akan diterima.
“Banding itu memang hak daripada teradu, tapi saya yakin banding itu tidak diterima. Kalau sampai diterima, publik akan kecewa. Sudah jelas perbuatannya kok,” kata dia.
3 putusan sidang etik
Menurut informasi Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam yang mengikuti sidang etik itu, ada tiga putusan yang dibacakan.
“Putusannya ada tiga. Satu dinyatakan perbuatannya tercela, terus dipatsus (penempatan khusus) 14 hari, dan PTDH,” kata Anam di Mapolda Jateng, Senin (9/12) malam.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto mengatakan Aipda Robig memiliki kesempatan untuk naik banding.
“Untuk banding, beliau diberi kesempatan 3 hari untuk mengajukan kepada ketua sidang,” kata Artanto.
Robig juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng.
(fea/fea)