Bagaimana Sikap AS Cs usai RI Resmi Gabung BRICS Bareng Rusia-China?

Berita, Internasional252 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60

Housekeeping.my.id –

Indonesia resmi menjadi anggota penuh forum ekonomi yang digawangi RusiaChina, BRICS, pada Senin (6/1). Sejauh ini belum ada respons Amerika Serikat dan sekutunya soal status baru tersebut.

Pengumuman status Indonesia sebagai anggota tetap BRICS disampaikan pemerintah Brasil dalam rilis resmi. Mereka mengatakan seluruh anggota menyetujui konsesi negara Asia Tenggara ini ke blok tersebut.

Indonesia memang menyampaikan ketertarikan untuk bergabung ke forum ekonomi itu saat hadir di pertemuan puncak BRICS di Rusia pada Oktober 2024.

Sejumlah pakar punya pandangan masing-masing. Beberapa menilai RI bisa lebih punya daya tawar di kancah global, yang lain menilai tak ada kepastian manfaat bergabung di BRICS.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra menilai Indonesia tak mendapat dampak positif setelah bergabung dengan BRICS.

“Dengan bergabung sebagai anggota penuh, kita akan terlihat sebagai bagian dari poros China-Rusia (bukan Global South),” kata Radityo di unggahan X, Selasa (7/1).

CNNIndonesia.com sudah meminta izin Radityo untuk mengutip cuitan tersebut.

Radityo juga menyoroti status baru RI di BRICS justru memperuncing bipolaritas terutama saat Amerika Serikat resmi dipimpin Donald Trump pada 20 Januari mendatang.

Dalam berbagai kesempatan, Kementerian Luar Negeri RI termasuk Menlu Sugiono menegaskan Indonesia bergabung ke BRICS sebagai bentuk realisasi politik bebas aktif.

Indonesia juga tergabung dalam forum G20 di mana negara anggota itu mencakup AS, China, dan Rusia.

Menyoal rivalitas, Amerika Serikat dan China berselisih banyak hal mulai perdagangan, teknologi, hingga isu di Kawasan Asia Pasifik seperti Laut China Selatan (LCS) dan Taiwan.

Hubungan AS dan Rusia juga memburuk setelah invasi Negeri Beruang Merah ke Ukraina.

BRICS disebut-sebut sebagai forum ekonomi tandingan G7 yang berisi sekutu-sekutu AS.

READ  AS Larang Heli Terbang Buntut Tabrakan Black Hawk-American Airlines

“Hal terburuk bagi Indonesia yang bisa terjadi sekarang terutama dengan masuknya Trump dan kembalinya ke bipolaritas,” imbuh Radityo.

Potensi sikap AS Cs

Radityo menilai secara diplomatik Amerika Serikat dan negara-negara Barat kemungkinan akan memandang Indonesia berhak bergabung ke forum ekonomi mana pun.

Namun, AS dan sekutunya juga punya kecurigaan sendiri.

“Sejak awal sudah ada kecurigaan dan pertanyaan dari banyak negara mengenai ‘kok bisa Indonesia mau gabung BRICS, padahal tidak mungkin dapat apa-apa’,” kata Radityo saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Selasa malam.

Status baru itu, lanjut dia, akan memicu tensi karena Indonesia dianggap bergabung dengan kubu sebelah, yang notabene rival AS.

Radityo juga memberikan pandangan saat ditanya soal kemungkinan pembatasan kerja sama AS-sekutu dengan Indonesia setelah gabung BRICS. Ia menilai upaya diplomasi RI akan sangat mempengaruhi hubungan negara-negara itu.

“Sangat tergantung dengan manuver diplomasi Indonesia,” ungkap dia.

Sejumlah pihak menyebut Presiden Indonesia Prabowo Subianto akan menavigasi kebijakan luar negeri termasuk upaya diplomasi.

Media Singapura, The Straits Times, bahkan menyebut Prabowo sebagai “presiden kebijakan luar negeri pertama ” Indonesia karena kepemimpinan regional.

Media itu menyoroti kunjungan perdana Prabowo sebagai presiden ke China, Amerika Serikat, Peru, Brasil, dan Inggris kurang dari sebulan setelah dilantik.

Namun, Radityo menganggap kunjungan Prabowo ke berbagai negara itu belum cukup menjadi tanda penguatan diplomasi Indonesia.

“Kalau dari segi keaktifan, bolehkah diacungi jempol. Kalau secara substansial, belum bisa kita nilai sepertinya.”

“Karena kita belum lihat apa yang sebenarnya didapatkan Indonesia, baik secara material maupun secara reputasi,” ujar dia.

Lebih lanjut, Radityo mempertanyakan apakah Indonesia sudah punya rencana mitigasi (mitigasi plan) untuk mengatasi rivalitas dan memposisikan diri sebagai negara yang menerapkan politik bebas aktif.

READ  Pelaku Pakai Kacamata Pintar Meta Rencanakan Serangan di New Orleans

“Apakah kita bisa lebih dekat ke Eropa dan mencoba kompromi soal sesuatu, agar Eropa juga melihat bahwa Indonesia ingin tetap menjadi aktor bebas, yang tidak dipengaruhi keanggotaannya di BRICS,” ungkap dia.

Pengamat HI yang fokus di kajian Rusia hingga Eropa Tengah itu lalu membeberkan rencana mitigasi yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia.

Pertama, Indonesia perlu mendekat dan menginisiasi kerja sama Global South tanpa melibatkan negara-negara dengan kekuatan-kekuatan besar.

“Bisa lewat G77 [koalisi negara berkembang] atau lewat NAM [Non-Aligned Movement atau Gerakan Non Blok]. Ini ditujukan untuk mendorong kerjasama Selatan-Selatan tanpa anggota problematik macam Rusia,” imbuh Radityo.

Kedua, Indonesia harus bisa meyakinkan negara-negara Barat bahwa mereka tak memihak secara politik, sehingga bisa jadi harus ada kerjasama kekuatan menengah.

“[Bisa] lewat MIKTA atau lewat inisiatif baru UE, yang bisa dianggap kekuatan menengah di antara AS-China, Turki, Australia, negara-negara Selatan lain. Tanpa melibatkan AS atau China atau Rusia,” kata Radityo.

AS Cs bakal embargo RI?

Pengamat hubungan internasional lain sekaligus pengajar di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Sya’roni Rofii, mengatakan kecil kemungkinan negara-negara Barat bakal mengembargo Indonesia gegara gabung BRICS.

“Untuk mencapai tahap embargo saya kira peluangnya sangat kecil,” kata Sya’roni.

Penilaian dia merujuk ke kebijakan AS yang punya skema CAATSA untuk menerapkan embargo ke suatu negara.

CAATSA atau Countering America’s Adversaries Trough Sanctions Act merupakan undang-undang federal AS yang disahkan pada 2017 untuk melawan agresi Iran, Rusia, dan Korea Utara melalui tindakan hukuman.

Sya’roni lalu mengambil contoh India dan Afrika Selatan yang menjadi anggota tetap BRICS tapi tak dikenai embargo atau sanksi apapun dari AS.

READ  Trump Perketat Imigrasi, Banyak WNI Berstatus Imigran Ilegal di AS

“Kurang lebih posisi Indonesia sama dengan India atau Afrika Selatan. AS tidak mungkin menghukum semua anggota BRICS tanpa alasan,” ungkap dia.

Selain itu BRICS, lanjut Sya’roni, berdiri sebagai organisasi politik ekonomi yang memiliki statuta dan setara dengan organisasi internasional lain.

Senada, Radityo juga menganggap embargo AS dan kawan-kawannya ke Indonesia sebagai kemungkinan yang terlalu jauh.

Namun, dia menyoroti ancaman kenaikan tarif AS di bawah pimpinan Trump terhadap China, selaku anggota tetap BRICS.

“Cuma ancaman memang, tapi rekam jejak Trump biasanya selalu dia lakukan ancamannya,” ujar Radityo.

China dan Indonesia memiliki hubungan dagang dan ekonomi yang kuat.

Trump, di mata Sya’roni, kerap menggunakan instrumen perang dagang untuk menekan negara yang tak sejalan dengan kebijakan Amerika Serikat.

Jika perang dagang AS-China betul-betul terjadi Indonesia akan terdampak secara ekonomi.

Beberapa di antaranya capital outflow atau arus modal asing keluar besar-besaran akan terjadi di negara emerging market termasuk Indonesia.

Belum lagi jika China ikut membalas kebijakan Trump maka Indonesia akan terdampak dari sisi ekspor. China merupakan mitra dagang Utama Indonesia.

Selain itu, Indonesia juga bisa kebanjiran produk ekspor China dan hal ini akan mematikan industri manufaktur dalam negeri.

Tak cuma soal tarif impor, Trump juga sempat mengancam akan menerapkan tarif 100 persen ke anggota BRICS jika membuat mata uang sendiri.

Sebelumnya beredar rumor BRICS akan membuat mata uang sendiri. Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, pada Oktober 2024, mengatakan Presiden Vladimir Putin belum berencana membuat mata uang khusus untuk anggota forum ekonomi ini.

Tolchenov menyebut saat ini seluruh anggota BRICS masih menggunakan mata uang nasional atau dolar Amerika Serikat saat melakukan aktivitas ekonomi dengan sesama member.

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250108123550-134-1184973/bagaimana-sikap-as-cs-usai-ri-resmi-gabung-brics-bareng-rusia-china

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *