Bank Dunia Sebut RI Tak Efisien Kejar Pajak, Ekonomi Bawah Tanah Lolos

Berita, Ekonomi25 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60

Housekeeping.my.id –


Jakarta, CNN Indonesia

Bank Dunia menilai Pemerintah Indonesia tak efisien dalam memungut pajak.

Temuan ini didapat setelah World Bank menganalisis data perpajakan Indonesia pada 2016-2021. Hasilnya diterbitkan dalam Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang bisa diakses sejak 2 Maret 2025.

Justifikasinya adalah rasio penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan yang dianggap relatif rendah. Torehan yang dicatatkan Indonesia disebut masih kalah saing dari negara-negara sejawat.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Menunjukkan kurangnya efisiensi (Pemerintah Indonesia) dalam memungut pajak,” kata Bank Dunia, dikutip Selasa (25/3).



Faktor utama yang menjadi biang kerok adalah informalitas pajak di tanah air. Ada sejumlah aktivitas yang tidak tercatat resmi sehingga pemerintah tak mampu mengumpulkan pendapatan dari sektor-sektor tersebut.

Ini dikenal dengan istilah underground economy alias ekonomi bawah tanah. Bank Dunia mencatat aktivitas tersebut cukup besar dan berkontribusi terhadap kesenjangan kepatuhan pajak alias compliance gap.

“Menurut sebuah studi oleh Medina dan Schneider (2018), ekonomi bawah tanah di Indonesia diperkirakan mencapai 21,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015,” bebernya.

“Serupa, Marhamah dan Zulaikha (2020) memperkirakan sekitar 17,6 persen rata-rata (aktivitas underground economy di Indonesia) antara 2016-2019. Sayang, estimasi terbaru tentang kesenjangan kepatuhan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan tidak tersedia,” sambung Bank Dunia.

Bank Dunia juga membahas rasio efisiensi alias C-efficiency. Ini merupakan indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas sistem pemungutan pajak suatu negara, terutama dalam konteks PPN.

READ  RI Akan Pulangkan 554 WNI Korban Online Scam dari Myawaddy Myanmar

Rata-rata C-efficiency PPN di Indonesia adalah 52,8 persen selama periode 2016-2021. Secara historis, ini mengalami penurunan dari yang awalnya sempat tembus 64,7 persen pada 2013.

“Rasio efisiensi (C-efficiency) Indonesia konsisten berada di bawah rata-rata negara struktural dan regional lain … Misalnya, Thailand yang mengoperasikan sistem PPN dengan cakupan pengecualian sama dan ukuran policy gap serupa memiliki C-efficiency sebesar 76,7 persen,” jelas World Bank.

[Gambas:Video CNN]

Terlepas dari itu, Bank Dunia mengatakan Indonesia harus rela kehilangan potensi penerimaan Rp944 triliun dari PPN dan PPh Badan sepanjang 2016-2021. Ini adalah gabungan dari compliance gap senilai Rp548 triliun dan policy gap sejumlah Rp396 triliun.

Compliance gap adalah potensi perpajakan yang hilang akibat keterbatasan pemerintah dalam mengawasi dan mengumpulkan pajak secara efektif. Sedangkan policy gap muncul imbas pilihan kebijakan yang diambil pemerintah.

“Secara rata-rata, estimasi kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016-2021,” jelas kesimpulan laporan tersebut.

(skt/agt)


Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250325150848-532-1212882/bank-dunia-sebut-ri-tak-efisien-kejar-pajak-ekonomi-bawah-tanah-lolos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *