Beda Kiprah Enika dkk & Almas, Mahasiswa Pengubah Jalan Pilpres di RI

Berita, Nasional42 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60



Jakarta, CNN Indonesia

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari Yogyakarta untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold).

Keputusan ini diyakini bakal mengubah peta pencalonan pada Pilpres kelak, karena semua partai politik kini berhak berkoalisi atau tidak untuk mengajukan bakal calon presiden.

Pemohon yakni empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta–Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna–menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu dan dikabulkan MK, Kamis (2/1).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah Enika dkk itu menjadikan mereka sebagai sosok-sosok dengan status mahasiswa yang mengubah jalannya Pilpres di Indonesia.

Sebelumnya, publik mengenal mahasiswa dari Solo yakni Almas Tsaqibirru yang permohonan uji materinya soal syarat usia calon di Pilpres dikabulkan MK pada 2023 silam.

Kala itu putusan MK yang masih diketuai Anwar Usman–adik ipar Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi)–menjadi jalan bagi Wali Kota Solo GIbran Rakabuming Raka maju jadi calon wakil presiden menemani Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 atas permohonan Almas itu pun menjadi kontroversi, dan Anwar Usman akhirnya terbukti melakukan pelanggaran etik sehingga dicopot dari jabatan Ketua MK. Namun, Gibran tetap langgeng ikut Pilpres bersama Prabowo hingga memenangkannya lalu dilantik jadi Cawapres saat ini.

Berhasil dikabulkannya permohonan Enika dkk oleh MK itu pun disambut gembira sejumlah pemerhati pemilu, termasuk pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini.

Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, Mahasiswa bernama Almas Tsaqibbiru membuka jalan pencalonan bagi Gibran. Dengan Putusan 62/PUU-XXII/2024, Mahasiswa UIN SUKA, Enika Maya Oktavia dkk. membuka jalan bagi semua putera-puteri terbaik bangsa untuk bisa maju pilpres melalui partai politik peserta pemilu,” demikian unggahan Titi di akun X-nya pada Kamis lalu.

“Bangsa ini berhutang budi demokrasi kepada perjuangan Enika Maya Oktavia dkk. Hormat sehormat-hormatnya,” imbuhnya dalam unggahan yang CNNIndonesia.com sudah mendapatkan izin dari Titi untuk dikutip.

READ  Lanjut Terus, Enggak Ada Masalah

Dalam konferensi pers di kampus mereka pada Jumat (3/1), Enika dkk berharap putusan atas gugatan mereka di MK itu tak ditunggangi kelompok mana pun. Enika pun menegaskan dirinya dan tiga rekannya murni representasi dari masing-masing pemohon dan tak mewakili kampus mereka dalam mengajukan uji materi atas pasal presidential threshold itu ke MK.

“Permohonan kami tidak mendapat intervensi dari organisasi, institusi, maupun partai politik manapun. Apa yang kami lakukan sekarang, permohonan yang kami lakukan sekarang merupakan murni perjuangan akademis dan juga perjuangan advokasi konstitusional,” kata Enika di Kampus UIN Suka, Kota Yogyakarta.

Enika mengatakan ia dan tiga rekannya  tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi – organisasi resmi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga – pernah mengikuti Debat Penegakan Hukum Pemilu perguruan tinggi se-Indonesia ke-III Tahun 2023 yang digelar Bawaslu.

Hal yang diperdebatkan pada babak final adalah penghapusan presidential threshold dalam Pilpres.

Presidential threshold mosinya, kami punya bahan kajiannya, masuk kemudian ada putusan Almas [putusan MK] 90,” kata mahasiswi prodi Hukum Tata Negara UIN Suka semester 7 itu.

‘Putusan Almas 90’ yang Enika maksud ini adalah gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang mahasiswa dari Solo yang bernama Almas Tsaqibbirru soal batas usia capres-cawapres.

Almas Tsaqibbirru menggugat calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka membayar ganti rugi Rp10 juta.Permohonan uji materi UU Pemilu yang dimohonkan Almas Tsaqibbirru menjadi jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka jadi peserta Pilpres 2024 meskipun usianya belum cukup. (CNN Indonesia)

Enika mengatakan sebelum mereka memasukkan permohonannya ke MK, uji materi pasal presidential threshold selalu kandas karena pihak pemohon disebut tak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Dalam putusan-putusan sebelumnya MK menyatakan untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas presidential threshold adalah partai politik (parpol) atau gabungan partai politik peserta Pemilu, atau bukan perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk memilih.

READ  Patah Jari Sejak Ronde 1, Bertarung hingga Akhir

Tapi, Enika dkk melihat peluang setelah MK memutuskan sebagian permohonan Almas dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang perkaranya diajukan Almas. Putusan itu menjadi dasar bagi Enika dkk bahwa pemilih pun memiliki legal standing untuk melakukan uji materi atas pasal presidential threshold tersebut.

“(Sebelumnya) ketika pemilih seperti kita ingin mengajukan judicial review undang-undang pemilu itu tidak bisa. Kita tidak punya legal standing ke MK. Tapi, kemudian muncul Putusan 90, putusan Almas yang menyatakan bahwa pemilih itu juga bisa punya legal standing,” jelas Enika.

“Akhirnya, kami mulai mengedraf atau kemudian menulis terkait dengan gugatan permohonan ini itu di awal atau pertengahan Februari. Di sana kami mulai meng-draft, kami mulai kemudian menulis gugatan permohonan-permohonannya,” sambungnya.

Enika juga mengungkap alasan permohonan sengaja diajukan ke MK setelah gelaran Pilpres 2024 demi menghindari berbagai tekanan politik selama proses pengujiannya.

“Karena kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat preseden atau pengaruh-pengaruh buruk secara politik, melainkan benar-benar kajian akademis, melainkan benar-benar kajian substansi hukum, dan hal ini terbukti,” katanya.

Kiprah Almas yang buka jalan Gibran

Almas Tsaqqibirru Re A adalah seorang mahasiswa sebuah kampus di Solo yang juga dikenal sebagai putra dari aktivis antikorupsi, Boyamin Saiman.

Meski dikabulkan sebagian bahwa capres/cawapres harus minimal usia 40 atau berpengalaman sebagai kepala daerah provinsi maupun kabupaten/kota, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi.

Almas menyatakan dirinya memiliki hak konstitusional untuk menguji pasal itu karena merujuk pada Pasal 51 ayat 1 UU MK. Almas juga mengungkapkan dirinya memiliki hak konstitusional yang sama untuk memilih dan/atau dipilih sebagai calon Presiden serta calon Wakil Presiden.

“Pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk, pekerjaan Mahasiswa, saat ini sedang menempuh study di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) dan bercita-cita ingin menjadi Presiden atau Wakil Presiden,” demikian dikutip dari putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diunduh dari situs MK.

READ  Fakta-fakta Pemerasan Penonton DWP Berujung Pemecatan Kombes Donald

Ia lalu membeberkan daftar 10 nama kepala daerah yang berusia muda–di bawah usia 40 tahun di Indonesia saat ini. Secara spesifik, untuk kepala daerah muda kesebelas yang disebutnya, pemohon secara spesifik mengaku mengidolakan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming raka.

“Pemohon juga memiliki pandangan tokoh sendiri yang menginspirasi dalam pemerintahan di-era sekarang, yang juga menjabat sebagai Walikota Surakarta di masa Periode 2020-2025, hal ini jelas bahwa di dalam masa pemerintahan Gibran Rakabuming Raka tersebut pertumbuhan ekonomi di Solo naik hingga angka 6,25 persen yang di mana saat awal ia menjabat sebagai walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74 persen,” demikian pada bagian penjelasan legal standing pemohon saat sidang pemeriksaan.

Kepada MK, Almas selaku pemohon menegaskan memiliki kualifikasi dan memenuhi persyaratan untuk meminta pengujian pasal yang mengatur batas usia capres/cawapres minimal 40 tahun. Dia menilai itu melanggar hak konstitusionalnya karena merasa ada bakal calon di bawah usia 40 yang bisa dipilihnya pada Pilpres 2024.

Mengutip dari naskah putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diunduh di situs MK, peradilan konstitusi itu menilai pemohon memenuhi legal standing berdasarkan uraiannya soal kedudukan hukum. Kedudukan hukum pemohon itu diterima dengan acuan Pasal 51 ayat 1 UU MK, Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUUV/2007.

MK menilai bahwa pemohon telah menjelaskan perihal hak konstitusionalnya yang menurut anggapannya dirugikan dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian, yakni Pasal 169 huruf q UU 7/2017.

Oleh karena itu, anggapan kerugian hak konstitusional Pemohon yang dimaksud, khususnya sebagai pemilih dalam Pemilu 2024, sehingga menurut Mahkamah setidak-tidaknya potensial dapat terjadi.

(kid)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *