Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut peningkatan suhu udara berdampak pada meningkatnya hujan ekstrem.
“Kejadian hujan ekstrem itu semakin meningkat, yang meningkat adalah intensitas, frekuensi, dan durasinya. ini korelatif dengan kenaikan suhu permukaan. Nanti data menunjukkan semuanya korelatif dengan peningkatan gas konsentrasi gas-gas rumah kaca,” ujar Dwikorita dalam webinar bertajuk Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem, Senin (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jadi ada benang merah yang saling menunjukkan sebab akibat antara peningkatan emisi gas rumah kaca dengan peningkatan suhu udara dan dengan peningkatan kejadian ekstrem,” tambahnya.
Dwikorita menyebut peningkatan suhu udara memacu siklus hidrologi terjadi lebih cepat. Alhasil, periode cuaca ekstrem basah akan menjadi lebih basah, dan sebaliknya cuaca ekstrem kering akan menjadi lebih kering.
Dalam paparannya, Dwikorita juga menunjukkan bagaimana wilayah Jakarta dan sekitarnya mengalami peningkatan suhu yang cukup signifikan sejak tahun 1972.
Pada 1972, suhu rata-rata di Jakarta adalah 28 derajat Celcius. Angka ini masih bertahan hingga 1982, meski dengan suhu batas atas dan batas bawah yang meningkat sekitar 0,4 hingga 0,5 derajat.
Kemudian pada 1997, suhu rata-rata Jakarta menjadi 28,4 derajat, yang kemudian menjadi 28,5 derajat Celcius pada 2005, dan 28,7 derajat Celcius pada 2014.
“Jadi dalam beberapa tahun saja lompatannya sudah sangat signifikan dan inilah salah satu apa penyebab kenaikan suhu udara permukaan di wilayah kita,” katanya.
Ia juga menunjukkan tren peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2) dan Metan (CH4) yang signifikan, yang berkontribusi pada peningkatan suhu tersebut.
Peningkatan suhu udara juga berkorelasi dengan terbentuknya badai. Dwikorita mengatakan peningkatan gas rumah kaca membuat suhu udara meningkat yang kemudian meningkatkan suhu muka air laut.
“Semakin menghangatnya suhu permukaan air laut memicu terjadinya sirkulasi siklonik yang semakin sering dan intensitasnya semakin menguat akhirnya berkembang menjadi bibit siklon dan akhirnya berkembang menjadi badai tropis atau siklon tropis,” jelasnya.
Indonesia sendiri berada di garis khatulistiwa yang secara teori bukan tempat tumbuhnya badai tropis. Hal ini disebabkan rotasi Bumi yang menimbulkan gaya korioli menghalau badai tropis memasuki area di bawah lintang 10 derajat.
Ia lantas menyinggung bagaimana badai tropis tumbuh di wilayah Indonesia pada 2021 yang merupakan sebuah anomali.
“Apa yang terjadi di tahun 2021 badai tropis itu justru tumbuh di dalam zona tropis. Ini suatu anomali dari ilmu meteorologi dan itu sudah terjadi. Dan dikhawatirkan akan lebih sering terjadi apabila kita tidak mampu mengendalikan laju kenaikan suhu baik suhu udara permukaan dan suhu muka air laut,” tuturnya.
(lom/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250324134313-641-1212407/bmkg-ungkap-korelasi-peningkatan-suhu-dan-intensitas-cuaca-ekstrem