Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Heryawan (Aher) mengaku menerima informasi bahwa selama ini pemerintah tak pernah mengalokasikan anggaran untuk memulangkan WNI atau pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal.
Pernyataan itu disampaikan Aher dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2).
“Saya dapat informasi katanya yang dibiayai untuk pemulangan ke Indonesia itu hanya legal saja. Yang ilegal katanya tidak dibiayai,” kata Aher.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi PKS itu menyesalkan hal tersebut meskipun memahami efisiensi anggaran yang tengah dilakukan pemerintah. Menurut dia, pemerintah mestinya tak membeda-bedakan WNI yang ada di luar negeri. Aher menilai semua WNI di luar negeri adalah wajah negara.
“Dalam konteks pandangan orang luar pada kita enggak ada bedanya. Pokoknya itu orang Indonesia. Jadi kalau memungkinkan jangan dibedakan lah. Mending perlakukan sama saja,” ucap dia.
Selain itu, Aher mengatakan selama ini kementerian atau lembaga perlindungan PMI tak punya anggaran untuk melindungi PMI bermasalah di luar.
Menurut dia, anggaran itu selama ini berada di Kemlu. Dia pun meminta agar masalah harus segera dikoordinasikan.
“Meskipun ceritanya adalah judulnya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, tapi enggak ada anggaran terkait dengan para pekerja migran tersebut saat mereka di luar negeri. Ternyata adanya di kementerian luar negeri. Ini saya kira yang harus dikoordinasikan dengan baik,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kemlu Cecep Herawan dalam paparannya tak menjawab soal isu perlindungan WNI ilegal. Namun, dia memastikan pemerintah telah mengalokasikan anggaran perlindungan WNI di luar negeri.
Cecep menyebut hal itu sebagai disinformasi. Menurut dia, saat ini proses input Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) masih berlangsung.
“Kenapa ini terjadi, misinformasi bahwa seolah-olah kosong, karena pada saat ini sebetulnya proses pengisian SAKTI itu masih berlangsung,” kata Cecep.
“Kita masih proses menginput SAKTI dari DIPA masing-masing perwakilan, masing-masing satuan kerja di Kemenlu. Termasuk perwakilan RI di luar negeri,” imbuhnya.
(thr/tsa)