Jakarta, CNN Indonesia —
Dua mahasiswa dilaporkan hilang usai demonstrasi penolakan pengesahan revisi UU TNI di DPRD Kota Sukabumi, Senin (24/3).
Selain itu juga enam orang luka-luka diduga akibat tindakan represif aparat kepolisian saat unjuk rasa berujung ricuh. Satu diantaranya kritis hingga mengalami patah hidung.
Koordinator BEM Sukabumi, Yogi, mengecam keras tindakan aparat yang dinilai bertindak di luar batas dalam mengamankan aksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Massa aksi dipukuli, diseret, dan banyak yang harus dilarikan ke rumah sakit. Polisi tidak bertindak manusiawi dalam demonstrasi kali ini,” tegas Yogi kepada detikJabar, Selasa (25/3/2025).
Selain itu, mahasiswa juga menyebutkan ada sekitar enam orang yang diamankan polisi saat demonstran bertahan hingga malam. “Iya itu terakhir kita lihat dibawa masuk ke DPRD oleh aparat,” ujarnya.
Hingga saat ini, dua mahasiswa yang terlibat dalam aksi belum ditemukan, yaitu Tulus Pratama Sastra Wijaya, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sukabumi dan Levi, mahasiswa asal Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.
Sementara itu, enam mahasiswa lainnya mengalami luka-luka dan mendapatkan perawatan medis. Mereka adalah Fadhil Ahmad Fauzan (Ummi), Ziad (Ummi), Zaky (Institut Madani Nusantara), Putra, Deli (STIES Gasantara) dan Ridho (Ummi).
Atas insiden ini, Ketua Cabang PMII Kota Sukabumi Bahrul Ulum menuntut pertanggungjawaban dari pihak kepolisian. Menurutnya satu orang korban merupakan kader PMII dan mengalami luka hingga tulang hidung patah.
“Kami dengan tegas mengutuk dan menyatakan perlawanan terhadap tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap para demonstran pada aksi unjuk rasa yang terjadi di depan Kantor DPRD Kota Sukabumi. Dalam aksi tersebut, banyak korban berjatuhan akibat pengamanan yang tidak sesuai prosedur,” kata Ulum.
Dia juga menuntut agar institusi Polri mencopot aparat yang terlibat. “Dalam hal ini, aparat yang tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan justru menjadi pelaku kekerasan terhadap warga negara harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujarnya.
“Kami tidak ingin aparat kepolisian yang tidak profesional dan tidak menghormati hak asasi manusia berada di posisi yang seharusnya menjamin keamanan publik,” sambung Ulum.
PMII meminta agar dilakukan evaluasi terhadap prosedur pengamanan unjuk rasa agar tidak terjadi lagi tindakan represif. Mereka juga menuntut agar aparat memberikan jaminan keamanan dan kebebasan berpendapat bagi masyarakat sesuai dengan konstitusi.
“Kami mendesak agar pihak kepolisian segera memproses secara hukum tindakan kekerasan yang telah terjadi. Kami juga menuntut agar aparat kepolisian yang terbukti tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, khususnya yang terlibat dalam kekerasan tersebut, dicabut izin penugasannya,” kata dia.
Pihaknya menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan mengenai mahasiswa yang hilang serta pertanggungjawaban atas korban luka-luka.
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi sempat menjenguk korban luka di RSUD Syamsudin SH pada Senin (24/3) malam. Dia mengaku masih menunggu hasil pemeriksaan secara medis.
“Secara umum baru terindikasi saja sampai dengan nanti keluar hasil seperti apa, baik anggota Polri maupun mahasiswanya. Tadi kan sudah sama-sama kita dengar ya yang anggota polri kan patah tangannya terus kemudian rekan kita dari mahasiswa juga ada indikasi (patah) hidungnya,” kata Rita.
“Tapi semuanya itu masih menunggu karena masih penanganan awal, masih menunggu pemeriksaan dan kita semua memberi perhatian baik anggota Polri yang berjaga melakukan pengamanan termasuk adik mahasiswa,” tutupnya.
Berita selengkapnya di sini.
(gil)