Surabaya, CNN Indonesia —
Isak tangis mewarnai sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi Bupati Sidoarjo nonaktif Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor), dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai atau ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Muhdlor membacakan sendiri materi pembelaannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ni Putu Sri Indrayani dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (16/12).
“Hati saya menangis, saya tidak menyangka bahwa ada pemotongan insentif pegawai, apalagi yang dipotong adalah pegawai rendahan, dan tidak ada yang melapor langsung kepada saya,” kilah Gus Muhdlor dengan terbata-bata menahan tangis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhdlor mengklaim sepanjang proses persidangan tidak ada bukti satupun yang membuktikan dirinya terlibat secara langsung dalam pemotongan insentif pegawai BPPD.
“Lalu bukti apa yang dihadirkan sehingga saya dipisahkan dengan keluarga saya,” ucapnya sambil terisak.
Muhdlor dalam nota pembelaannya juga menyitir peribahasa ‘nila setitik, rusak susu sebelanga’. Dia menggambarkan bagaimana citranya sebagai kepala daerah rusak hanya karena perilaku anak buah dalam rangkaian kasus hukum yang dihadapinya.
Tak hanya itu, Muhdlor kemudian membeberkan pencapaian Pemkab Mojokerto selama ia menjabat sebagai bupati. Menurutnya, pembangunan sangat progresif.
Di akhir pleidoi, dia berharap majelis hakim membebaskan dia dari segala tuntutan hukum. “Saya berharap majelis hakim membebaskan saya dari segala tuntutan hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Muhdlor dituntut 6 tahun 4 bulan penjara dalam perkara korupsi pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp300 juta serta mengembalikan uang pengganti Rp1,4 miliar subsidair 3 tahun penjara.
Muhdlor dianggap melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.
Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp8,544 miliar.
(frd/DAL)