Fenomena ‘Serangan’ Ulat Jati di Gunungkidul, Apakah Berbahaya?

Berita, Teknologi71 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60

Housekeeping.my.id –


Jakarta, CNN Indonesia

Video pengendara motor mengenakan jas hujan dan membawa kayu sebagai proteksi dari ulat bulu ramai beredar di media sosial. Hal tersebut dikarenakan gerombolan ulat jati yang bergelantungan di jalanan Gunungkidul, Yogyakarta.

Salah satu video yang memperlihatkan fenomena ini diunggah @YogyakartaCity. Dalam video tersebut tampak beberapa pengendara menggunakan kayu untuk menyingkirkan ulat yang bergelantungan dan menghalangi jalan.

POV musim ulat jati di Gunungkidul beberapa hari ini,” tulisnya di X, Selasa (19/11).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merespons fenomena ini, Pemkab Gunungkidul mengimbau warga dan wisatawan agar tidak perlu takut.

Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata (Dispar) Gunungkidul Supriyanta menyebut fenomena ulat jati adalah fenomena musiman dan terjadi setiap tahun.

“Jadi, kalau dari kami, meminta masyarakat tetap tenang. Karena munculnya ulat-ulat adalah fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya,” kata Supriyanta, Selasa (19/11), dikutip dari Detik.

Meski demikian, kata Supriyanta, kontak langsung dengan ulat dapat menyebabkan iritasi kulit atau alergi. Maka dari itu, masyarakat yang melintas kawasan penuh ulat disarankan menggunakan pakaian yang lebih tertutup.

“Contoh, saat mengunjungi tempat wisata alam, disarankan mengenakan pakaian yang menutupi tubuh, seperti lengan panjang, celana panjang, dan sepatu tertutup. Semua itu untuk mengurangi risiko kontak dengan ulat,” tuturnya.

Kemudian, ia mengimbau masyarakat untuk menghindari kontak langsung dengan ulat, seperti tidak menyentuh ulat atau daun yang tampak ada ulatnya.

“Jika menemukan ulat, biarkan mereka tetap di habitatnya,” tuturnya.

Apakah berbahaya?

Ulat jati atau ngengat jati (Hyblaea puera) adalah serangga dari familia Lepidoptera yang dikenal sebagai hama tanaman jati. Ulat ini memiliki ciri tubuh cokelat dengan garis kuning di sisinya dan panjangnya sekitar 3,5 cm.

Melansir laman Himaba Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (FKT UGM), serangan ulat jati biasa terjadi saat pergantian musim kemarau ke musim penghujan, seperti yang terjadi saat ini.

Ulat ini akan memakan daun jati hingga menyisakan tulang daun primernya. Berdasarkan hasil penelitian Umarela dan Karepseina (2011), ulat ini akan memakan seluruh jaringan daun, dari bagian yang lunak hingga menyisakan urat dan tulang daunnya saja.

Ulat jati sering berjatuhan ke tanah sebagai bagian dari siklus hidupnya. Fenomena ini terjadi saat mereka bersiap bermetamorfosis menjadi kepompong atau ungkrung.

Sebelum masuk fase ini, ulat jati akan meninggalkan daun pohon jati dan mencari tempat yang aman di tanah untuk bermalam dan melanjutkan proses perkembangan menjadi kupu-kupu.

Proses turunnya ulat jati biasanya berlangsung pada pagi hari. Ulat-ulat ini bergelantung di benang yang dihasilkan tubuhnya, sehingga terlihat menggantung di sekitar pohon.

Setelah mencapai tanah, mereka mencari lokasi yang cocok untuk terlindung dan mulai membentuk kepompong.

Lantas, apakah ulat jati ini berbahaya dan membuat gatal-gatal?

Menurut Pemerintah Kabupaten Jembrana, melansir Detik, ulat jati yang menyerang perkebunan tidak menyebabkan gatal dan tidak berbahaya bagi manusia.

Fenomena ini merupakan siklus alam dalam ekosistem yang hanya mempengaruhi daun pohon jati. Ulat-ulat tersebut memakan daun hingga pohon menjadi meranggas, tapi tidak membuat pohon mati.

(lom/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20241120104700-199-1168600/fenomena-serangan-ulat-jati-di-gunungkidul-apakah-berbahaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *