Jakarta, CNN Indonesia —
Aksi Gerakan Suara Ibu Indonesia menyoroti kekerasan aparat terhadap mahasiswa selama aksi tolak UU TNI di berbagai daerah, termasuk Jakarta.
Sejumlah perempuan dari berbagai organisasi dan komunitas berkumpul di depan Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (28/3).
Mereka menyorot aparat yang melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa yang menyuarakan kepentingan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, mereka juga menuntut pembatalan RUU TNI yang dinilai melanggengkan kekuasaan angkatan bersenjata dan merugikan masyarakat.
“Beberapa tindakan kekerasan terhadap aksi-aksi mahasiswa hampir seluruh Indonesia, itu adalah bukti nyata bahwa rezim ini anti demokrasi. Bahwa rezim ini makin menggunakan kekuatan militer, aparat untuk menghadang suara kritis. Mereka anti-demokrasi, anti suara rakyat,” kata aktivis Ririn Sefsani pada awak media di sela aksi damai pada Jumat (28/3).
Ia yang dulu sempat turun ke jalan di era 1998 sebagai mahasiswa teringat akan para ibu berkumpul, memberikan solidaritas, mengumpulkan makanan dan susu untuk para mahasiswa yang kelaparan.
Para ibu, lanjut Ririn, turut mendoakan dirinya dan kawan-kawan yang melancarkan demonstrasi demi melawan rezim Orde Baru. Berkaca pada apa yang terjadi belakangan, ia berkata tidak ingin mengulangi sejarah kelam kala itu.
“Saya dan kawan-kawan di belakang masih hidup, dan kami tidak ingin sejarah kelam Orde Baru kembali, oleh karenanya kami melawan. Ini ada perempuan muda, ibu-ibu, ibu rumah tangga, akademisi, mahasiswa, guru,” katanya.
Sementara itu, Aida Leonardo dari Gerakan Nurani Bangsa STF Driyarkara mewakili mahasiswa mengucapkan terima kasih atas dukungan dan ketulusan para ibu dalam aksi kali ini.
Dia menyorot komentar seorang anggota DPR perempuan yang menyebut aksi demo tidak ada gunanya. Kemudian dikatakan bahwa pemerintah mau mendengarkan kritik jika dibicarakan baik-baik. Namun ia mempertanyakan apa pemerintah mau mendengarkan.
“Bukan salah kita bahwa kita sudah harus turun ke jalan. Karena ini memang satu-satunya cara kita untuk bisa bersuara. Itu pun belum tentu didengarkan,” kata Aida.
Selain orasi dari berbagai organisasi dan komunitas, aksi damai diisi dengan pembacaan puisi ‘Peringatan’ karya Wiji Thukul dan menyanyikan lagu ‘Ibu Pertiwi’.
Mereka pun menenteng poster dengan berbagai macam tulisan seperti ‘TNI Bukan Preman Politik’, ‘TNI Jaga NKRI Bukan Jaga Kursi Pejabat’, ‘Dan Kalau Kita Membiarkan Saja, Anak Kita Berikutnya!’, ‘Untuk Aparat Kepolisian: Ibumu Tidak Mengajarimu Memukuli Sesama Rakyat’.
Aksi Gerakan Suara Ibu Indonesia menuntut dua hal yakni, setop kekerasan pada mahasiswa dan pembatalan UU TNI.
“Kami, ibu Indonesia, akan mendampingi perjuangan mereka dengan ikut turun ke jalan, berjuang bersama anak-anak kami, melawan kekuasaan yang korup,” demikian kutipan petisi yang disampaikan peserta aksi.
(fra/els/fra)