Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Menjadi suatu hal di luar lumrah jika atlet Indonesia terjun di ajang figure skating. Apalagi jika atlet Indonesia itu kemudian bisa menjadi guru figure skating di Kuwait, dan bisa berprestasi mendapatkan medali emas.
“Olahraga ini sangat indah, langka, dan sulit.”
Itulah secuplik kalimat yang sampai sekarang terngiang di benak saya. Seuntai kata penuh makna dari seorang Nurul Ayinie Sulaeman saat dengan antusias menunjukkan video dan foto-foto kejuaraan figure skating Winter World Masters Games di Lombardia Italia (12-21 Januari 2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ajang itu adalah ajang olahraga musim dingin empat tahunan terpenting di dunia yang digagas International Masters Games Association untuk atlet “di atas 30 tahun”. Event ini juga jadi tempat uji coba Olimpiade Musim Dingin 2026 yang bakal berlangsung di lokasi yang sama di Italia.
Ayi, demikian ia dipanggil sehari-harinya, menyabet dua medali emas dari kategori Adult Free Skate Silver Women I serta Artistic Gold Women I dengan menyisihkan 14 perwakilan dari berbagai negara. Sungguh, prestasi yang saya tak pernah bayangkan. Soalnya, Ayi adalah diaspora asal Jakarta yang sekarang melatih figure skating di Kuwait, yang dalam benak saya adalah negara dengan hamparan gurun yang jauh dari asosiasi salju.
![]() |
Di Indonesia, figure skating memang tak sepopuler olahraga lain. Tapi di belahan dunia sana, figure skating yang merupakan satu dari tiga cabang ice skating, adalah olahraga tertua Olimpiade Musim Dingin yang pertama kali dimainkan di Prancis (1924).
Sebelumnya figure skating pernah dimainkan pada Olimpiade Musim Panas di Inggris (1908) dan Belgia (1920). Makanya tak heran kalau juara olahraga ini didominasi atlet dari negara-negara empat musim.
Perkenalan saya dengan Ayi sendiri sebenarnya tak disengaja dan mengalir begitu saja. Semua berawal ketika saya berkunjung ke Kuwait untuk sebuah konferensi olahraga dan dihubungi oleh seseorang hanya untuk sekedar berbagi cerita menarik selama saya di Kuwait.
Dalam obrolan santai kami pada Jumat, 10 Januari 2025, Ayi mengisahkan awal mula perjuangannya menjadi atlet dan pelatih figure skating hingga akhirnya meraih medali emas. Bermula sebagai anggota klub Sky Rink, Mal Taman Anggrek Jakarta pada 2000 silam, Ayi mulai menekuni figure skating ketika umurnya tujuh tahun.
Sejak kecil, Ayi memang tertarik beragam olahraga dan seni, seperti balet, anggar, biola. Namun hatinya berlabuh pada figure skating.
Keputusan itu pun didukung orang tuanya. Tentu bukan tanpa syarat, karena nilai akademik harus tetap terjaga. Ayi membuktikan keputusannya tak main-main dengan meraih juara kelas dan punya nilai mata pelajaran baik di tengah kesibukannya melatih diri, berlenggok di lantai es.
Selama duduk di bangku SD (Swasta Triguna) hingga SMP (Negeri 11 Jakarta), Ayi menghabiskan banyak waktu berlatih bahkan sampai ikut kelas privat dua kali seminggu buat mempertajam skill figure skating-nya. Ia sempat harus mengurangi intensitas privat jadi seminggu sekali saat masuk SMA (Labschool Kebayoran) karena padatnya aktivitas sekolah.
Namun, ia tetap ikut kompetisi antarklub di level lokal maupun Asia Tenggara. Saat kuliah di Universitas Indonesia, Ayi juga tetap menyempatkan diri latihan dua minggu sekali, bahkan ikut kompetisi antarklub di Anaheim, California AS tahun 2012 silam.
![]() |
Indonesia Raya Hangatkan Lombardia, Italia
Setelah 24 tahun berlalu sejak Ayi diperkenalkan dengan olahraga figure skating, kesempatan akhirnya datang. Tepatnya di Winter World Masters Games Lombardia, Italia adalah tempatnya.
Dalam video yang diputarkan kepada saya, dengan dress berwarna ungu bermanik-manik silver dan celana ketat hitam, Ayi memasuki arena es, berputar menjajal permukaan es yang datar.
Pada satu momen, saat melakukan persiapan di tengah arena skating, dia tampak menemukan sebuah jepitan yang mungkin terlempar dari peserta sebelumnya. Benda itu bisa saja berakibat fatal andai saja Ayi tak menyadarinya. Tak cuma menghancurkan penampilan, tetapi juga bisa membikin cedera.
Setelah menyingkirkannya, Ayi kembali ke arena dan memulai pertunjukan, musik mengalun dan tubuhnya mulai berseluncur. Dia menyelesaikan dan menikmati tiap lompatan hingga sit spin dengan indah dan anggun.
Ayi menunjukan kembali penampilan keduanya di kategori Artistic Gold Women I. Kali ini dia tampil berbeda dengan gaun hitam beraksen emas. Ini gaun yang sama buatan Almarhumah ibundanya saat Ayi berkompetisi di Anaheim 12 tahun silam, kemudian “dipercantik” oleh Citra, sang kakak, yang adalah designer figure skating costume.
Sayang, Ibunda Ayi tak lagi bisa menyaksikan gaun hitam beraksen emas itu karena beliau telah berpulang saat pandemi COVID-19 menerjang.
Tak cuma gaun yang punya kisah mengharukan, musik pengiring penampilannya pun cukup familiar buat saya. Ayi bilang pengiringnya adalah lagu berjudul “Jalan Pulang” yang dinyanyikan Yura Yunita. Penampilan itu tidak kalah memukau, sungguh membuat saya berulang kali terkagum.
Dari dua penampilan itu pula, lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang menghangatkan lantai es Lombardia. Lagi-lagi, sebuah pemandangan langka yang mengharukan sekaligus membanggakan, meski saya cuma bisa nonton lewat video.
Menyaksikan pertunjukan itu membuat saya semakin yakin, Ayi adalah sosok luar biasa walau “jauh” dari berita dan sorotan kamera. Di usia yang tidak muda lagi untuk hitungan skater yang masih aktif ikut kompetisi profesional, dia tetap berlatih dengan tekun di sela kesibukan mengajar.
Ya, Ayi tidak menyimpan bakat figure skating sendirian. Ia memutuskan jadi pelatih ketika berusia 23 tahun dan lulus kuliah.
Sebagai pelatih yang berdedikasi, Ayi punya kesempatan mengajar figure skating di Kuwait pada 2019. Meski langkah ini merupakan tantangan besar di hidupnya –karena figure skating baru masuk ke area timur tengah– hal itu justru membuatnya terdorong ingin menjadi pionir pencetak generasi pertama ice skater di negara itu.
Ayi menghabiskan waktu di negara tanpa musim dingin, tapi figure skating selalu menemani perjalanan hidupnya. Dia berhasil menjadi atlet penuh inspirasi sekaligus pelatih berdedikasi.
Tak terasa obrolan sore itu harus berakhir. Bagi saya, Ayi adalah contoh bagi diaspora Indonesia di negara manapun untuk tetap berprestasi. Ayi juga jadi gambaran kuat tentang sebuah support system yang solid. Ayi telah membuktikan sebagai role model disiplin, fokus, ketekunan, serta dedikasi. Serta, tentu saja, cinta dan dukungan dari ibu, bapak, kakak, pelatih, dan orang-orang terdekat sesulit apapun tantangan yang ia harus dihadapi.
“Ayi bertahan di karier ini karena jerih payah ibu dan bapak,” kenangnya menutup obrolan.
Ternyata benar kata kawan saya. Berjarak 7.456 kilometer dari Jakarta, Kuwait menyimpan cerita tersembunyi yang menarik dan membanggakan. Kisah tentang Ayi dan perjuangannya. Dan saya percaya selalu akan ada “Jalan Pulang” untuk Ayi dan diaspora di luar sana menorehkan tinta emas untuk Indonesia.
(vws/vws)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20250115132021-178-1187427/goresan-emas-ayi-dan-jalan-pulang-di-lantai-es-lombardia