Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengidentifikasi ada potensi pengembangan proyek energi baru terbarukan hingga 333 gigawatt (GW) per tahun di Indonesia.
Hal ini berdasarkan kajian yang dilakukan sebagai bagian dukungan atas komitmen pemerintah untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo mengatakan temuan potensi ini bisa dipenuhi melalui oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sampai saat ini pemanfaatan energi terbarukan, terutama dari PLTS dan PLTB masih jauh dari optimal.
“Melihat potensi ini, tentu saja ada kontradiksi dengan realitas pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa kita bisa bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan energi terbarukan ini, khususnya PLTS dan PLTB,” ujarnya dalam Diskusi Meningkatkan Optimisme PLTS dan PLTB Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi, Selasa (25/3).
Potensi energi terbarukan yang diidentifikasi tersebut terdiri dari PLTB daratan (onshore) (167 GW), PLTS di daratan (ground-mounted) (165,9 GW), dan PLTM (0,7 GW).
Menurutnya, salah satu yang menjadi kendala pengembangan energi terbarukan adalah pembiayaan.
Pasalnya, meski pemerintah sudah merilis Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, belum ada peta jalan yang mengatur transisi energi.
Belum adanya peta jalan ini membuat banyak investor ataupun pelaku yang ingin beralih ke energi hijau seperti PLTS dan PLTB ragu untuk beralih.
Padahal, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan, IESR Pintoko Aji mengatakan dari hasil simulasi finansial dan skema private-public partnership yang dilakukan pihaknya, dari potensi 333 GW, sebanyak 205,9 GW atau sekitar 61 persen layak secara finansial diindikasikan memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return/EIRR di atas 10 persen.
“Misalnya saja sumber daya minihidro banyak di wilayah Sumatera, sementara potensi tenaga angin terbesar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di sisi lain, energi surya memiliki potensi menjanjikan di wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,” jelas Pintoko.
Selain itu, keterbatasan lahan untuk mengembangkan PLTS juga menjadi kendala yang diharapkan ada dukungan pemerintah untuk mengakomodasi alokasi penggunaan lahan.
Sementara itu, Ketua Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Herman Darnel Ibrahim menyatakan dengan tantangan transisi energi yang semakin mendesak, energi surya menjadi sumber daya yang dominan dan berperan penting untuk masa depan energi Indonesia.
“Pengembangan teknologi energi surya saat ini sudah matang dan semakin kompetitif, terutama dibandingkan dengan pembangkit tenaga nuklir maupun gas,” pungkas Herman.
(ldy/sfr)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250326142353-85-1213326/iesr-identifikasi-ri-punya-potensi-333-gw-ebt-layak-investasi