KPK Sita 24 Aset Senilai Rp882 Miliar di Kasus Korupsi LPEI

Berita, Nasional21 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60




Jakarta, CNN Indonesia

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita sebanyak 24 aset terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Nilainya mencapai Rp882 miliar.

“KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka, sebanyak 22 aset di Jabodetabek serta 2 aset di Surabaya,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Senin (24/3).

“Terhadap ke-24 aset tersebut telah dilakukan penilaian berdasarkan ZNT senilai Rp882.546.180.000,” lanjut dia.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPK menetapkan total lima orang tersangka terkait dengan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ke PT Petro Energy (PE). Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.





Kemudian Direktur Utama PT PE Newin Nugroho; Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin; dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta. Tersangka dari LPEI belum ditahan, sedangkan dari PT PE sudah.

Terhadap pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).

KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan atau Conflict of Interest (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

READ  Menlu RI Desak Investigasi Menyeluruh Penembakan WNI di Malaysia

Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

Adapun PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.

Sementara itu, lembaga antirasuah juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.

(ryn/dal)


[Gambas:Video CNN]





Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *