Jakarta, CNN Indonesia —
Korea Selatan mengalami peristiwa politik paling dramatis usai Presiden Yoon Suk Yeo mendeklarasikan darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Status ini memicu kecaman, kekacauan, hingga desakan pemakzulan terhadap dirinya.
Gonjang-ganjing itu bermula saat Yoon mengumumkan darurat militer melalui pidato yang disiarkan di televisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deklarasi darurat militer
Dia menyebut langkah tersebut perlu diambil karena Majelis Nasional melakukan tindakan yang bertentangan dengan Yon, seperti pemakzulan pejabat, pemangkasan anggaran, hingga penolakan kenaikan gaji militer.
“Saya nyatakan keadaan darurat militer untuk melindungi Republik Korea yang merdeka dari ancaman kekuatan komunis Korea Utara, membasmi kekuatan-kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tak tahu malu,” kata Yon, saat pidato, dikutip Korea Herald.
Yon dan parlemen yang dikuasai oposisi jarang satu suara dan kerap menemui jalan buntu saat membahas agenda politik pemerintah.
Melalui darurat militer itu, Yon bersumpah akan membangun kembali dan melindungi Korea yang dinilai mendekati jurang kehancuran nasional.
Dalam pidato Yon juga menyebut tindakan parlemen melumpuhkan urusan negara.
Tindakan mereka juga mengolok-olok keuangan nasional dan dia sebut sebagai bentuk diktator.
Majelis Nasional, lanjut Yon, menjadi sarang penjahat, melumpuhkan sistem peradilan dan administrasi, hingga berusaha menggulingkan demokrasi.
Darurat militer itu berlaku tak lama setelah deklarasi Yon, tepatnya pada pukul 23.00.
Namun, darurat militer menuai penolakan dari berbagai elemen.
Bersambung ke halaman berikutnya…
Ketua Partai Demokratik Lee Jae Myung kemudian menyebut status itu ilegal. Dia juga meminta warga turun ke jalan.
“Pemberlakuan darurat militer yang ilegal oleh Presiden Yoon Suk Yeol tidak sah, Sila datang ke Majelis Nasional sekarang. Saya juga akan ke sana,” kata Lee, dikutip AFP.
Kompleks bagian depan Majelis Nasional pun dipadati warga. Sementara itu, anggota parlemen satu-persatu datang ke gedung tersebut.
Hingga Rabu hari, para legislator membahas status darurat militer yang diterapkan Yon. Sekitar 190 anggota hadir, angka yang lebih dari cukup untuk mencapai kuorum.
Dalam sidang pleno, mereka secara bulat sepakat menolak darurat militer dan menyebut status itu tak sah.
Darurat militer dicabut, Yon didesak mundur
Menjelang pagi waktu setempat, Yon menggelar rapatkabinet. Dalam pertemuan itu, dia sepakat mencabut darurat militer yang hanya bertahan enam jam.
Setelah dicabut, kemarahan warga tak begitu saja sirna. Banyak di antara mereka yang tetap siaga di depan gedung Majelis Nasional.
Aksi-aksi lain di tempat berbeda juga bermunculan. Mereka mendesak Yoon diadili dan mundur dari kursi kepresidenan.
Oposisi juga menggemakan seruan serupa. Mereka bahkan mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon.
Yon berpeluang dimakzulkan
Pada Kamis (5/12) dini hari, parlemen memulai langkah pemakzulan itu.
“[Presiden Yoon] secara serius dan luas melanggar dan hukum dengan mendeklarasikan darurat militer sepihak tanpa konsultasi dengan parlemen,” demikian poin dalam mosi itu.
Parlemen harus mengambil suara maksimal 72 jam usai mosi diajukan. Partai Demokratik selaku oposisi Utama menyatakan akan mendorong parlemen menggelar pemungutan suara terkait pemakzulan pada Jumat (6/12)
Partai pendukung Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party /PPP) menyatakan mosi pemakzulan itu “tak bisa diterima.”
Ketua Partai Kekuatan Rakyat Han Dong Hoon juga berjanji akan berusaha mencegah pemakzulan itu.
“Sebagai pemimpin partai, saya akan bekerja untuk memastikan usulan pemakzulan ini tidak lolos, guna mencegah terjadinya kekacauan yang tidak terduga yang bisa membahayakan masyarakat dan para pendukung,” kata Han dalam rapat partai, dikutip Korea Herald.
Pemakzulan bisa lolos jika mendapat persetujuan dari dua pertiga atau sekitar 200 anggota parlemen. Partai Demokratik memiliki 176 anggota di parlemen, sementara PPP sebanyak 108.
Jika oposisi ingin pemakzulan berlanjut, mereka perlu sekitar sembilan suara lagi.
Meski terkesan menolak pemakzulan, PPP secara tegas menentang status darurat militer yang diterapkan Yoon. Untuk itu, Han meminta Yoon keluar dari partai.
“Kami menuntut presiden untuk mundur dari partai,” kata Han ke awak media pada Kamis (5/12), dikutip AFP.
Dia lalu berujar, “Partai kami tak berusaha membela darurat militer yang inkonstitusional dari presiden.”
Huru-hara imbas darurat militer ini terus berlanjut. Seruan Yon untuk mundur dari posisi pucuk pemerintahan juga kian nyaring terdengar di sudut-sudut Korsel.
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20241205131456-113-1174030/kronologi-korsel-darurat-militer-hingga-presiden-yoon-didesak-mundur