Jakarta, CNN Indonesia —
LBH Padang selaku kuasa hukum ayah dari Afif Maulana melayangkan somasi ke Kapolda Sumatra Barat (Sumbar), untuk mematuhi putusan Komisi Informasi Sumbar yang telah memutuskan salinan autopsi Afif Maulana adalah hak keluarga korban.
“Somasi dilakukan akibat kebandelan Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Barat yang tidak mau beritikad baik secara sukarela menjalankan putusan Komisi Informasi Sumatra Barat, yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 03 Februari 2024,” kata LBH Padang lewat keterangan tertulis, Kamis (6/2).
Sebelumnya, LBH Padang telah mengajukan permintaan informasi dan data Kabid Humas Polda Sumbar.
Surat dikirimkan pada 17 Juli 2024 yang berisi permohonan informasi dan data. Surat itu mendapat balasan pada 22 Juli 2024 yang pada intinya menyampaikan kepolisian tidak bisa memberikan Informasi yang diminta dengan alasan informasi yang dikecualikan.
Kemudian, pada 6 Agustus 2024 LBH Padang mengajukan keberatan atas surat balasan dari Kabid Humas Polda Sumbar itu. Surat itu kembali dibalas yang isinya kepolisian tetap tidak bisa memberikan informasi dan data yang dimintakan dengan alasan informasi yang dikecualikan.
Selanjutnya, LBH Padang mengajukan sengketa informasi kepada KI Sumbar pada 27 Agustus 2024. Empat hari berselang pengajuan sengketa itu pun diterima dengan nomor register: 22/VIII/KISB-PS/2024;
Lalu, pada 9 Januari lalu telah dilaksanakan sidang ajudikasi. Hasilnya, permohonan pemohon dikabulkan sebagian, di antaranya soal salinan berkas hasil autopsi, salinan berkas berita acara autopsi, hingga memerintah Kapolda Sumbar untuk memberikan informasi dan data dalam waktu 14 hari kerja setelah salinan putusan diterima oleh masing-masing pihak.
Asisten staf LBH Padang, Elfin Maihendra mengatakan tidak patuhnya Polda Sumbar atas putusan KI itu merupakan preseden buruk dan tindakan tidak patuh hukum serta penuh itikad buruk yang dilakukan oleh penegak hukum itu sendiri.
“Bagaimana tidak, putusan sidang ajudikasi non litigasi Nomor: 22/VIII/KISB-PS-M-A/2024 telah diberikan oleh Komisi Informasi kepada Polda Sumbar pada 13 Januari 2024. Namun hingga saat ini belum nampak itikad kepolisian memberikan dokumen secara sukarela kepada Kuasa Hukum ataupun keluarga Afif Maulana,” tutur dia.
Apalagi, dalam putusan itu dinyatakan kuasa hukum diperbolehkan untuk mengakses hasil rekam medis berupa hasil autopsi Afif.
Dengan demikian, tidak ada alasan hukum lain bagi kepolisian untuk tidak memberikan informasi terkait hasil autopsi Afif.
“Hal ini tentu memperjelas bahwa sejauh ini memang benar adanya upaya penutup-nutupan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota dari institusinya sendiri,” ucap Elfin.
Lebih lanjut, Adrizal selaku Advokat Publik LBH menyebut jika Kapolda Sumbar tetap tidak mematuhi putusan KI, maka akan terjadi pelanggaran HAM bagi keluarga Afif dan merusak rasa keadilan bagi khalayak umum.
“Kami ingatkan Kapolda Sumbar jika tidak mematuhi putusan Komisi Informasi Daerah Sumatra Barat dapat dipidana dengan delik yang diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 216 ayat (1) KUHP,” tutur dia.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Dwi Sulistyawan membenarkan ihwal surat permintaan salinan hasil autopsi yang dikirim LBH Padang ke pihaknya.
“Iya benar meminta hasil autopsi pertama, tapi tidak kami berikan, karena itu merupakan informasi yang dikecualikan dan sudah ada hasil autopsi yang kedua yang dilaksanakan oleh PDFMI dan sudah disampaikan hasilnya ke publik,” tutur Dwi.
Di sisi lain, terkait somasi dari LBH Padang, Dwi menyebut pihaknya telah melayangkan gugatan ke PTUN atas putusan yang dikeluarkan oleh KI. Gugatan tersebut telah dilayangkan pada Senin (3/2) lalu.
“Saat ini Polda Sumbar masih melakukan upaya hukum dengan menggugat putusan KI ke PTUN,” ucap dia.
Sebelumnya, Polda Sumbar menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan atau SP2 Lidik kasus Afif, siswa SMP yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Batang Kuranji.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan penerbitan SP2 Lidik itu merupakan keputusan gelar perkara yang dilakukan secara profesional dan terintegrasi. Ia menyebut gelar perkara itu juga turut dihadiri oleh tim forensik beserta keluarga korban.
“Saya ingin memastikan agar kasus ini tidak menggantung. Berdasarkan hasil gelar perkara yang melibatkan Dirkrimum beserta seluruh tim, termasuk keluarga korban dan ahli, kami akan menghentikan kasus ini dengan menerbitkan SP2 Lidik,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (31/12).
Suharyono mengatakan sebelumnya tim dokter forensik independen juga telah mengungkap penyebab kematian Afif bukan karena penganiayaan melainkan akibat jatuh dari ketinggian dan terbentur benda keras.
“Kita sudah mengetahui bersama bahwa keputusan ketua tim dan anggotanya yang terdiri tidak kurang 15 dokter forensik itu sudah menyatakan penyebab kematian Afif Maulana bukan karena penganiayaan,” tuturnya.
“Tapi, karena benturan benda keras. Jadi tubuh yang menghampiri benda keras, bukan benda keras yang menghampiri tubuhnya. Itu sebenarnya sudah terekspos sejak empat atau lima bulan yang lalu,” imbuhnya.
(dis/dna)