Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Para pemimpin negara Liga Arab menyetujui rencana rekonstruksi Jalur Gaza Palestina yang diusulkan oleh Mesir dengan anggaran sebesar US$53 miliar (Rp871,97 triliun).
Dalam KTT darurat Liga Arab di Kairo pada Selasa (4/3), 22 negara anggota Liga Arab termasuk Palestina itu menyetujui rekonstruksi Gaza tanpa ada pemindahan paksa warga dari wilayah tersebut. Pendekatan ini berbeda dengan visi “Middle East Riviera” yang digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump selama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi mengumumkan bahwa proposal tersebut telah disepakati seluruh negara di KTT tersebut. Dalam pidatonya, Sisi menyatakan keyakinannya bahwa Trump mampu mencapai perdamaian di tengah konflik yang telah menghancurkan Jalur Gaza.
Namun, sejumlah pertanyaan besar masih mengemuka terkait masa depan Gaza, termasuk siapa yang akan mengelola wilayah tersebut dan negara mana yang akan menyediakan miliaran dolar untuk rekonstruksi.
Dikutip AFP, Sisi mengungkapkan Mesir telah bekerja sama dengan Palestina dalam membentuk “komite administratif independen” yang terdiri dari teknokrat profesional Palestina.
Komite ini akan mengawasi bantuan kemanusiaan serta mengelola pemerintahan Gaza untuk sementara waktu, sebagai persiapan bagi Otoritas Palestina (PA) yang akan kembali memerintah negara itu.
Untuk merealisasikan rencana rekonstruksi ini, dukungan finansial dari negara-negara kaya minyak di Teluk Arab, seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi, sangat dibutuhkan. Perdana Menteri Palestina Mohammed Mustafa menyatakan bahwa dana rekonstruksi ini akan mencari pendanaan internasional serta pengawasan dari lembaga global, kemungkinan melalui Bank Dunia.
Namun, masih ada perbedaan pandangan di antara negara-negara Arab soal proposal ini terutama terkait Hamas. UEA, yang menganggap Hamas sebagai ancaman eksistensial, menuntut perlucutan senjata Hamas secara langsung dan menyeluruh.
Sementara itu, negara-negara Arab lainnya lebih memilih pendekatan bertahap.
Sumber dari Arab Saudi menyebut bahwa kehadiran Hamas sebagai kekuatan bersenjata di Gaza menjadi penghalang utama dalam mencapai kesepakatan, terutama karena AS dan Israel menentang keras keberadaan kelompok tersebut dalam skenario pascaperang.
Dalam KTT, Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menyatakan bahwa diperlukan jaminan internasional agar gencatan senjata sementara yang saat ini berlaku bisa dipertahankan. Ia juga menyatakan dukungan terhadap peran PA dalam mengelola Gaza.
Respons Hamas dan Otoritas Palestina
Dikutip Reuters, meskipun telah menguasai Gaza sejak 2007, Hamas menyatakan menerima proposal komite Mesir dan tidak akan mencalonkan anggotanya dalam komite tersebut. Namun, mereka menuntut agar memiliki hak untuk menyetujui anggota, tugas, dan agenda komite yang akan bekerja di bawah supervisi PA.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengonfirmasi bahwa nama-nama individu yang akan terlibat dalam komite ini telah ditetapkan.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memimpin PA, menyambut baik inisiatif Mesir dan meminta Trump untuk mendukung rencana tersebut, terutama karena tidak melibatkan pemindahan warga Palestina dari Gaza.
Abbas juga menyatakan siap menggelar pemilu presiden dan parlemen jika situasi memungkinkan, dengan menegaskan bahwa PA adalah satu-satunya pemerintahan dan kekuatan militer yang sah di wilayah Palestina. Hamas juga menyatakan menyetujui pelaksanaan pemilu.
Namun, Abbas menghadapi tantangan besar. Legitimasi kepemimpinannya terus dipertanyakan, terutama akibat pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat, wilayah yang berada di bawah kendalinya. Banyak warga Palestina yang menilai pemerintahan PA korup, tidak demokratis, dan tidak lagi mewakili aspirasi rakyat.
Tanggapan Israel
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Israel menolak rencana ini, dengan menyebut proposal usulan Mesir itu sebagai “pendekatan yang sudah ketinggalan zaman” serta mengkritik ketergantungan pada PA tanpa adanya jaminan bahwa Hamas tidak akan tetap berkuasa.
Menurut sumber yang mengetahui perkembangan ini, Israel kemungkinan tidak akan menentang proposal rekonstruksi ini jika otoritas Arab mengambil alih pemerintahan Gaza dan selama Hamas tidak lagi memiliki kendali di wilayah tersebut.
Namun, pejabat Israel menegaskan bahwa sejak awal tujuan perang mereka adalah menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.
“Jika Hamas benar-benar bersedia untuk melucuti senjata, maka itu harus dilakukan segera. Tidak ada opsi lain yang dapat diterima,” ujar seorang pejabat Israel kepada Reuters.
(rds/tim)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250305090537-120-1205169/liga-arab-setujui-ide-mesir-rekonstruksi-gaza-beda-dari-versi-trump