Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) pada Jumat (10/1) menunjukkan kecenderungan mendukung undang-undang yang dapat memaksa penjualan atau pelarangan aplikasi video pendek populer, TikTok, di AS per 19 Januari 2025.
Hal ini dipicu oleh kekhawatiran para hakim terhadap ancaman keamanan nasional terkait hubungan TikTok dengan pemerintah China.
Dalam sidang selama sekitar 2,5 jam, sembilan hakim Mahkamah Agung menekan pengacara TikTok, perusahaan induknya ByteDance, serta pengguna aplikasi tentang potensi pemerintah China memanfaatkan TikTok untuk memata-matai warga AS dan menjalankan operasi pengaruh rahasia, sembari mempertimbangkan kekhawatiran terkait kebebasan berbicara.
“Apakah kami harus mengabaikan fakta bahwa perusahaan induk TikTok secara prinsip tunduk pada kerja intelijen untuk pemerintah China?” tanya Ketua Hakim Konservatif John Roberts kepada Noel Francisco, pengacara TikTok dan ByteDance mengutip Reuters.
TikTok, ByteDance, serta sekelompok pengguna aplikasi telah menggugat untuk memblokir undang-undang yang disahkan oleh Kongres dengan dukungan bipartisan tahun lalu dan ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden, yang pemerintahannya mendukung aturan tersebut. Gugatan mereka menyatakan undang-undang ini melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS yang melindungi kebebasan berbicara.
Meskipun beberapa hakim menyampaikan keprihatinan mengenai dampak undang-undang terhadap kebebasan berbicara, kekhawatiran utama mereka tampaknya adalah risiko keamanan nasional dari aplikasi media sosial asing yang mengumpulkan data dari sekitar 170 juta pengguna domestik atau setara hampir setengah populasi AS.
Hakim Brett Kavanaugh bertanya tentang potensi risiko jangka panjang jika China mengumpulkan data pengguna muda TikTok untuk memanfaatkan informasi tersebut. Misalnya, untuk memeras atau merekrut orang-orang yang di masa depan bekerja di FBI, CIA, atau Departemen Luar Negeri AS.
Ketegangan Geopolitik
Kasus ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia. Presiden Donald Trump, yang akan memulai masa jabatan kedua pada 20 Januari 2025, menentang larangan tersebut.
Pada 27 Desember 2024, Trump mendesak pengadilan untuk menunda tenggat 19 Januari 2025 guna memberikan waktu bagi pemerintahannya yang akan datang untuk mencari solusi politik atas masalah ini.
Sementara itu, Francisco memperingatkan bahwa tanpa solusi, TikTok akan “padam” pada 19 Januari 2025 kecuali ByteDance dapat menyelesaikan divestasi.
Pengacara Pemerintah AS, Elizabeth Prelogar, mengatakan bahwa kontrol pemerintah China atas TikTok menimbulkan ancaman serius bagi keamanan nasional AS. Ia menjelaskan bahwa data besar TikTok mengenai penggunanya memberikan peluang kepada pemerintah China untuk melakukan pengawasan, perekrutan, dan bahkan operasi pengaruh rahasia terhadap warga AS.
Prelogar menegaskan bahwa Kongres memiliki tradisi panjang dalam mencegah kontrol asing atas saluran komunikasi AS serta infrastruktur kritis lainnya.
“Ancaman terhadap keamanan nasional muncul dari kapasitas pihak asing untuk memanipulasi platform ini secara rahasia demi tujuan geopolitik mereka,” kata Prelogar.
Namun, Francisco membalas bahwa undang-undang ini tidak hanya menargetkan risiko keamanan, tetapi juga membatasi hak berbicara para pengguna. Ia mengibaratkan aturan ini sebagai bentuk campur tangan negara terhadap kebebasan berbicara sebagaimana diatur dalam Amandemen Pertama.
Kini, keputusan Mahkamah Agung akan sangat menentukan masa depan TikTok di Amerika Serikat, sembari mencerminkan bagaimana isu keamanan nasional dapat berbenturan dengan perlindungan kebebasan berbicara di era digital.
(tst/wiw)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250111095017-134-1186036/mahkamah-agung-as-berpotensi-dukung-larangan-tiktok