Jakarta, CNN Indonesia —
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memerintah KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dalam putusannya, MK menyatakan Cabup nomor urut 3, Ade Sugianto didiskualifikasi sebagai peserta Pilkada serentak 2024 karena sudah menjabat dua periode pemerintahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Menyatakan diskualifikasi terhadap H Ade Sugianto sebagai Calon Bupati Tasikmalaya dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya Tahun 2024,” ujar Ketua MK Suhartoyo yang membacakan putusan dalam sidang, Senin (24/2) seperti dikutip dari laman MK.
Meski Ade didiskualifikasi, namun cawabup nomor urut 3 Iip Miftahul Paoz masih diperkenankan untuk berkontestasi dalam pemungutan suara ulang Pilakda Tasik 2024. MK pun memerintahkan kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusul atau pengusung untuk mengusulkan pengganti Ade.
“Tanpa mengganti H lip Miftahul Paoz sebagai pasangan calon pada Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Tasikmalaya Tahun 2024,” kata Suhartoyo.
Diskualifikasi Ade Sugianto itu diputuskan MK berkaitan dengan periodisasi jabatannya. Ade diketahui telah menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya setelah terpilih dalam Pilkada 2020.
Namun sebelum itu, persoalan muncul karena dia sempat menggantikan Bupati Tasikmalaya periode sebelumnya, Uu Ruzhanul Ulum yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat bersanding dengan Ridwan Kamil sebagai Gubernur.
Dalam putusannya, mahkamah mempertimbangkan Surat Telegram atau Radiogram Gubernur Jawa Barat Nomor 131/169/Pemksm yang terbit pada 5 September 2018. Dari Radiogram tersebut, Mahkamah mengutip poin CCC TTK yang menyatakan agar Ade Sugianto melaksanakan tugas sehari-hari Bupati sampai dengan dilantiknya Bupati atau diangkatnya Pj Bupati.
“Secara terang-benderang menunjukkan bahwa H Ade Sugianto telah menjalankan tugas dan wewenang Bupati Tasikmalaya sampai dengan dilantiknya Bupati/ Pj Bupati,” ujar Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.
Menurut Mahkamah, seseorang sudah dihitung menjabat sebagai kepala daerah sejak secara riil dan faktual menjalankan tugas menggantikan dan bukan sejak pelantikan sebagai pejabat pengganti (acting). Pertimbangan demikian merujuk pada empat Putusan MK terdahulu, yakni Nomor 22/PUU-VII/2009, 67/PUU-XVIII/2020, 2/PUU-XXI/2023, dan 129/PUU-XXI/2024.
Terkait empat putusan tersebut, Mahkamah menekankan harus dimaknai dalam satu tarikan nafas atau sebagai satu kesatuan. Dalam putusan-putusan tersebut, Mahkamah secara terang dan jelas menyatakan, cara menghitung masa jabatan seorang kepala daerah yang tidak selesai dalam menjalankan jabatan selama lima tahun dan di tengah masa jabatan digantikan oleh wakil kepala daerah, satu periode adalah dua tahun enam bulan atau lebih,
“Dengan tidak membedakan antara jabatan definitif dan jabatan sementara,” kata Hakim Konstitusi Guntur.
Dengan demikian, Mahkamah menghitung masa jabatan Ade Sugianto dimulai dari September 2018. Sedangkan untuk tanggal berakhirnya, Mahkamah mempertimbangkan fakta persidangan yang diungkap eks Sekretaris Daerah Tasikmalaya, Mohamad Zen sebagai saksi termohon. Dalam agenda persidangan sebelumnya, Zen menerangkan Ade Sugianto telah menyerahkan jabatan kepadanya pada 23 Maret 2021.
Terkait hal itu, katanya, mahkamah menghitung masa jabatan Ade Sugianto selama 2 tahun 6 bulan 18 hari. Sebab lebih dari 2,5 tahun atau 2 tahun 6 bulan, maka masa jabatan tersebut dihitung satu periode.
“Sementara pada periode kedua juga telah menjabat sebagai Bupati secara penuh satu periode, menurut Mahkamah adalah dalil yang beralasan menurut hukum,” kata Guntur.
Dan, dalam putusannya, MK memerintahkan KPU Tasikmalaya gelar PSU tanpa mengikutsertakan Ade sugiatno dalam kurun waktu 60 hari sejak putusan dibacakan.
(ugo/kid)