Yogyakarta, CNN Indonesia —
Pakar Geospasial Departemen Geodesi Fakultas Teknik UGM I Made Andi Arsana mengungkap ia dan tim telah menelusuri detail waktu pemasangan pagar laut di pantai utara Tangerang.
Dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (1/2), Andi mengklaim ia bersama tim telah melakukan kajian dengan menggunakan data berupa arsip citra satelit guna memastikan kapan pertama kali pagar laut itu didirikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memaparkan, berdasarkan data Sentinel 2, pembangunan diperkirakan dimulai Mei 2024. Perkiraan ini melihat pada Juni 2024 telah terbangun pagar laut sepanjang 6 kilometer, yang terus bertambah hingga 6-7 kilometer sebulan setelahnya.
Menurut Andi, pagar laut ini terus memanjang secara bertahap hingga November 2024.
Masih menggunakan metode kajian yang sama, Andi dan tim membuktikan jika paham soal kehadiran pagar laut untuk pengendali abrasi kurang tepat.
Pandangan tersebut dikarenakan hasil pengamatan citra satelit menunjukkan bahwa area pagar laut sejak dulu memang bagian dari perairan atau bukan merupakan tanah tenggelam.
[Gambas:Video CNN]
Andi memaparkan data citra menunjukkan sejak 1976 garis pantai masih berjarak ratusan meter dari lokasi pagar laut yang sekarang. Kondisi serupa terlihat hingga 1982.
Artinya, sekalipun muncul sejumlah klaim sertifikat tanah, tapi citra satelit membuktikan area tersebut tidak pernah menjadi daratan.
“Jadi sebetulnya pada kasus ini ada indikasi usaha konversi laut menjadi daratan dengan berbagai cara,” kata Andi dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (1/2).
Andi menyampaikan, berdasarkan aturan internasional atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNICLOS), pantai di utara Tangerang merupakan perairan kepulauan, sehingga kedaulatannya tidak bisa dimiliki individu atau perusahaan.
“Berdasarkan hukum internasional, seharusnya di perairan itu tidak boleh ada hak milik (SHM) ataupun hak guna bangunan (HGB) karena privatisasi laut akan berdampak bagi masyarakat nelayan yang memanfaatkan laut sebagai ruang hidupnya,” jelas Andi.
Kata Andi, memang pernah ada Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang meregulasi penguasaan ruang laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkannya karena tidak memenuhi aturan keadilan.
“Pemahaman terhadap kebijakan pengelolaan ruang sangat jelas tidak tampak karena pemagaran tidak sesuai dengan tata ruang dan zonasi pesisir dan laut Provinsi Banten,” tutur Andi.
Lanjut ke sebelah…
Andi berujar pemberian hak atas tanah pesisir di Tangerang menjadi persoalan akibat kesalahan yang terjadi sejak awal pengajuan sertifikat.
Pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam polemik ini, menurut Andi, mulai dari individu dan badan hukum sebagai pemohon, Dinas Tata Ruang atau Pemerintah Daerah, petugas ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan surveyor swasta, serta Kementerian atau lembaga terkait.
“Yang perlu diingat adalah individu atau badan hukum seharusnya tidak boleh mengubah zona laut menjadi area reklamasi tanpa izin,” pungkasnya.
Keberadaan pagar terbuat dari bambu di laut Tangerang pertama kali diungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti. Dinas menerima laporan warga pada 14 Agustus 2024.
Pembangunan pagar laut misterius Tangerang sepanjang 30,16 km ini mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan.
Pagar laut itu diklaim sebagai upaya mitigasi abrasi dan tsunami, namun data menunjukkan bahwa struktur ini lebih banyak mendatangkan kerugian, mulai dari terhambatnya akses nelayan ke wilayah tangkapan ikan hingga merusak ekosistem pesisir.
[Gambas:Video CNN]
Dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp116,91 miliar per tahun, manfaat seperti mitigasi abrasi dan tsunami serta budidaya kerang hijau tidak dapat diverifikasi atau memberikan dampak nyata.
Berbagai instansi tak bisa memastikan siapa pemilik pagar tersebut.
Belakangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui bahwa pagar laut misterius sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Nusron telah memerintahkan pencabutan SHGB dan SHM di area pagar laut. Ia menegaskan bahwa penerbitan sertifikat ini tak melibatkan kementeriannya, selain bermasalah dan perlu dikaji ulang.
Ia juga mencopot enam pejabat dari Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat lahan di kawasan laut tersebut. Sebanyak 568 prajurit TNI AL juga telah dikerahkan untuk membongkar pagar laut yang telah berdiri bertahun-tahun.
Sementara itu, Bareskrim Polri mengklaim telah melakukan penyelidikan terkait kasus pagar laut di perairan Laut Tangerang, Banten sejak 10 Januari lalu.
Berdasarkan hasil penyelidikan itu, Bareskrim Polri menemukan dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dokumen dalam pengajuan SHGB dan SHM.