Pagar Laut Tangerang Tumbuh Sejak Juni 2024

Berita, Nasional1 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60



Yogyakarta, CNN Indonesia

Pakar Geospasial Departemen Geodesi Fakultas Teknik UGM I Made Andi Arsana mengungkap ia dan tim telah menelusuri detail waktu pemasangan pagar laut di pantai utara Tangerang.

Dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (1/2), Andi mengklaim ia bersama tim telah melakukan kajian dengan menggunakan data berupa arsip citra satelit guna memastikan kapan pertama kali pagar laut itu didirikan.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia memaparkan, berdasarkan data Sentinel 2, pembangunan diperkirakan dimulai Mei 2024. Perkiraan ini melihat pada Juni 2024 telah terbangun pagar laut sepanjang 6 kilometer, yang terus bertambah hingga 6-7 kilometer sebulan setelahnya.

Menurut Andi, pagar laut ini terus memanjang secara bertahap hingga November 2024.

Masih menggunakan metode kajian yang sama, Andi dan tim membuktikan jika paham soal kehadiran pagar laut untuk pengendali abrasi kurang tepat.

Pandangan tersebut dikarenakan hasil pengamatan citra satelit menunjukkan bahwa area pagar laut sejak dulu memang bagian dari perairan atau bukan merupakan tanah tenggelam.

[Gambas:Video CNN]

Andi memaparkan data citra menunjukkan sejak 1976 garis pantai masih berjarak ratusan meter dari lokasi pagar laut yang sekarang. Kondisi serupa terlihat hingga 1982.

Artinya, sekalipun muncul sejumlah klaim sertifikat tanah, tapi citra satelit membuktikan area tersebut tidak pernah menjadi daratan.

“Jadi sebetulnya pada kasus ini ada indikasi usaha konversi laut menjadi daratan dengan berbagai cara,” kata Andi dikutip dari laman resmi UGM, Sabtu (1/2).

Andi menyampaikan, berdasarkan aturan internasional atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNICLOS), pantai di utara Tangerang merupakan perairan kepulauan, sehingga kedaulatannya tidak bisa dimiliki individu atau perusahaan.

“Berdasarkan hukum internasional, seharusnya di perairan itu tidak boleh ada hak milik (SHM) ataupun hak guna bangunan (HGB) karena privatisasi laut akan berdampak bagi masyarakat nelayan yang memanfaatkan laut sebagai ruang hidupnya,” jelas Andi.

Kata Andi, memang pernah ada Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang meregulasi penguasaan ruang laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkannya karena tidak memenuhi aturan keadilan.

“Pemahaman terhadap kebijakan pengelolaan ruang sangat jelas tidak tampak karena pemagaran tidak sesuai dengan tata ruang dan zonasi pesisir dan laut Provinsi Banten,” tutur Andi.

Lanjut ke sebelah…







Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *