Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Banjir merendam sejumlah wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada Selasa (4/3) imbas hujan lebat mengguyur wilayah tersebut dalam beberapa waktu terakhir.
Banjir parah serupa pernah menerjang wilayah Jabodetabek pada Januari 2020. Kala itu, banjir menyebabkan sebanyak 390 RW di 151 kelurahan dari 35 kecamatan Jakarta terendam banjir dengan durasi empat hari hingga air benar-benar surut. Sebanyak 83.406 warga terdampak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, mana yang lebih ‘basah’ antara banjir 2020 dan 2025?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut curah hujan yang terjadi pada 2020 masih lebih tinggi dibandingkan hujan yang menyebabkan banjir saat ini. Selain itu, wilayah cakupannya juga lebih luas.
“Masih hebat yang tahun 2020, luasannya juga,” ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/3).
Pada Januari 2020 terdapat ratusan wilayah Jakarta yang tergenang hingga 350 cm. Saat itu, intensitas curah hujan memang cukup ekstrem, mencapai 377 mm/hari.
Menurut data BMKG periode 31 Desember 2019 sampai 1 Januari 2020, curah hujan harian tertinggi terukur di wilayah Halim, yakni 377 mm/hari.
Sementara itu, data BMKG 3-4 Maret 2025 menunjukkan curah hujan tertinggi terjadi di stasiun pengamatan Katulampa dengan curah hujan 232 mm/hari.
Selain itu, beberapa wilayah stasiun pengamatan seperti di Cibeureum Bogor, Jatiasih, Angke Hulu, dan Citeko terpantau menunjukkan curah hujan sangat lebat mulai dari 126-144 mm/hari.
Sejauh ini, Guswanto mengatakan belum ada curah hujan yang mencapai 300 mm/hari, seperti pada 2020.
Menurut data terbaru BMKG pada 4 Maret per pukul 13.25 WIB, hujan dengan intensitas lebat mengguyur wilayah Banten Utara.
Perbedaan fenomena atmosfer
Terpisah, Kepala BMKG Dwikorita mengatakan banjir pada 2020 disebabkan oleh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruakan dingin atau cold surge dari dataran tinggi Asia.
“Karena saat itu, selain MJO, juga masuknya seruakan udara dingin dari dataran tinggi Asia, kalau kali ini memang ada pengaruh MJO, kemudian juga adanya pengaruh gelombang atmosfer, serta juga pengaruh kondisi lokal,” jelas Dwikorita dalam wawancara dengan TVRI yang diunggah di Instagram BMKG, Selasa (4/3).
Dwikorita mengatakan BMKG pada beberapa hari sebelumnya telah mendeteksi kumpulan awan Cumulonimbus yang memenuhi Jawa Barat hingga Jakarta. Awan tersebut juga terlihat di wilayah Sumatera bagian selatan yang bergerak ke arah Jambi, Bengkulu, sampai Sumatera Barat.
“Jadi fenomenanya tidak sama persis, tapi yang sama adalah fenomena MJO, kemudian juga sirkulasi siklonik juga terjadi di wilayah Samudra Hindia barat daya Bengkulu, sehingga mempengaruhi gelombang tinggi dan karena ada gelombang Rossby,” tuturnya.
(lom/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250304142916-641-1204918/perbandingan-curah-hujan-saat-banjir-2020-dan-2025-mana-lebih-lebat