Aceh, CNN Indonesia —
Direktorat Kriminal Umum Polda Aceh kini menangani kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh Ipda Yohanda Fajri atau Ipda YF terhadap pacarnya. Polisi mulai mencari bukti pidana kasus tersebut.
Kabid Propam Polda Aceh Kombes Pol Eddwi Kurniyanto mengatakan, pihaknya serius menanggapi kasus yang berkaitan dengan kekerasan seksual dan akan menerapkan Pasal 348 KUHP tentang Aborsi dan UU Kesehatan Tahun 2023 Pasal 60 tentang aborsi, secara maksimal.
Dalam konteks kasus ini, kata dia, penyelidikan lebih lanjut dilakukan untuk memastikan, apakah terdapat unsur pemaksaan dalam tindakan aborsi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dalam proses pemeriksaan kode etik. Soal pembuktian apakah ada aborsi sudah kita koordinasikan dengan Ditkrimum untuk penanganannya dan pembuktian unsur pidananya,” kata Eddwi saat jumpa pers di Mapolda Aceh, Rabu (12/2).
Eddwi memastikan pihaknya akan transparan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Apalagi sebagai langkah awal pihaknya sudah mencopot Ipda Yohananda dari jabatannya sebagai Pamapta Polres Bireuen.
Awal mula kasus
Kasus itu bermula saat Ipda Yohananda masih berstatus taruna Akpol dan masih dalam pendidikan, berpacaran dengan pramugari berinisial VF.
Selama pacaran keduanya sering bertemu dan melakukan hubungan badan hingga VF hamil. Saat mengetahui kehamilan VF, Ipda Yohananda meminta agar korban menggugurkan kandungannya.
Yahonanda beralasan hal itu demi karier dan tak bisa menikahi korban karena aturan di Akpol. Ia justru memaksa korban untuk melakukan aborsi.
Ia mencekoki korban dengan obat hingga tiga kali sehari, meskipun korban telah menolak. Akibatnya, korban mengalami keguguran.
Tak sampai disitu ternyata korban juga divonis sulit hamil akibat infeksi rahim, kista, dan komplikasi lain yang muncul setelah aborsi paksa.
Hingga kini, ia masih menjalani terapi fisik dan mental, termasuk perawatan intensif dengan dokter kandungan untuk menangani infeksi rahim dan kista.
Sempat damai lalu disindir DPR
Sebelumnya Kabid Propam Polda Aceh Kombes Eddwi Kurniyanto mengatakan kasus itu sudah di mediasi antara kedua belah pihak. Kata dia, keduanya bersepakat untuk berdamai karena kasus itu merupakan masalah internal.
Proses mediasi juga melibatkan Propam Polda Aceh. Selain itu, ada juga keluarga Ipda Fajri dan korban langsung yang hadir. Mereka berdamai di salah satu café di Pulau Bali.
“Kita sudah melakukan upaya mitigasi dan melakukan pertemuan kedua belah pihak dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang masalah, dianggap ini masalah pribadi,” kata Eddwi saat rapat dengan Komisi III DPR RI dengan agenda RDP dan RDPU terkait kasus pelanggaran yang dilakukan Ipda Yohananda, Kamis (6/2).
Menanggapi hal itu anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Nasdem, Rudianto Lallo merasa janggal dengan upaya mediasi yang diinisiasi Polda Aceh. Mediasi itu berujung damainya kedua belah pihak.
Padahal ia menyoroti dalam kasus itu ada tindak pidana. Ia menduga ada upaya untuk melindungi Ipda Yohananda Fajri agar tidak terjerat dalam kasus itu.
“Seakan-akan ini bukan kasus. Setiap kali saya sampaikan kalau ada anggota Polri yang menyimpang melakukan perbuatan tercela bukan dilindungi pak. Dia harus diproses,” kata Rudianto Lallo saat RDP dengan Polda Aceh yang dikutip dari kanal youtube TVR Parlemen.
Menurutnya, jika ini tak diproses akan menjadi preseden buruk dan menimbulkan pertanyaan di publik.
“Jangan-jangan kalau warga biasa melakukan aborsi atau menyuruh pacarnya atau istrinya karena dia bukan anggota Polri dia seketika masuk penjara misalkan,” katanya.
“Nah, jika anggota Polri yang melakukan di desain untuk kemudian terkesan melindungi. Maaf saya tidak setuju dengan itu,” ujarnya.
(dra/dmi)