Jakarta, CNN Indonesia —
Divisi Hubungan Internasional Polri membeberkan kronologi penangkapan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, oleh KPK Singapura.
Menurut Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol. Krishna Murti menuturkan Paulus Tannos memang belum masuk daftar red notice Interpol, namun penangkapan dilakukan dalam rangka membantu lembaga antirasuah tersebut.
“Yang bersangkutan (Paulus Tannos, red.) belum masuk daftar red notice. Yang bersangkutan ditangkap karena permintaan Polri, dan Polri sifatnya membantu KPK,” kata Krishna Murti ketika dihubungi di Jakarta, Jumat malam.
Krishna Murti menjelaskan pihaknya telah mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest) kepada otoritas Singapura pada akhir 2024 untuk membantu menangkap Paulus. Surat penangkapan itu dilayangkan setelah Polri mendapatkan informasi bahwa buronan tersebut berada di negara kota itu.
Lalu, pada 17 Januari 2025, kata dia, Divhubinter Polri mendapat kabar dari Jaksa Agung (attorney general) Singapura bahwa Paulus telah ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
Kemudian, pada 21 Januari 2025, dilaksanakan rapat gabungan bersama kementerian/lembaga untuk menindaklanjuti proses berikutnya.
“Selanjutnya, Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kementerian Hukum (Kemenkum) didukung KPK, Polri, Kejagung dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu),” ucapnya seperti dikutip Antara.
Terkait detail proses ekstradisi, dia tidak bisa membeberkannya.
“Selanjutnya, silahkan ditanyakan ke KPK dan Kemenkum,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menangkap buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin di Singapura dan akan segera diekstradisi ke Indonesia.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan bahwa saat ini KPK sedang berkoordinasi dengan para pihak terkait untuk secepatnya mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia agar perkara hukumnya bisa segera dituntaskan.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujarnya
KPK pada 13 Agustus 2019 mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014-2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.
KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tersebut sekitar Rp2,3 triliun.
Meski demikian salah satu tersangka, yakni Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin diduga melarikan diri ke luar negeri, setelah mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.
Paulus Tannos telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.
(Antara/rds)