Jakarta, CNN Indonesia —
Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump resmi menerapkan tarif impor sebesar 25 persen terhadap Meksiko dan Kanada pada Selasa (4/3).
Kebijakan ini menjadi langkah ekstrem untuk menekan mitra dagang utama AS. Namun, kebijakan ini berpotensi melemahkan perekonomian Amerika Utara, termasuk AS sendiri, di tengah tekanan inflasi yang masih tinggi.
Tidak hanya itu, Trump juga menggandakan tarif impor terhadap China, menaikkan bea masuk dari 10 persen menjadi 20 persen di atas tarif yang sudah dikenakan sebelumnya pada barang asal China yang nilai impornya mencapai ratusan miliar dolar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai respons, China dan Kanada membalas dengan tarif baru terhadap barang-barang AS. Sementara, Meksiko menyatakan akan mengumumkan langkah serupa pada Minggu (9/3) mendatang.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis sebelum tarif berlaku, Gedung Putih menegaskan Kanada dan Meksiko telah diberikan cukup waktu untuk mengatasi aktivitas kartel narkoba serta penyelundupan narkotika mematikan ke AS.
Namun, upaya kedua negara dinilai masih belum cukup efektif.
Langkah ini berisiko meningkatkan harga barang-barang yang diimpor AS dari tiga negara tersebut.
Tahun lalu, AS mengimpor barang senilai US$1,4 triliun atau setara Rp22.773,75 triliun (asumsi kurs Rp16.266 per dolar AS) dari Meksiko, Kanada, dan China, atau lebih dari 40 persen dari total impor AS.
Beberapa barang utama yang terkena dampak tarif 20-25 persen antara lain produk pertanian segar, mobil dan suku cadangnya, serta barang elektronik seperti ponsel dan komputer.
Meskipun energi seperti minyak mentah dari Kanada tidak terkena tarif 25 persen, AS tetap mengenakan pajak 10 persen atas komoditas tersebut.
Di sisi lain, saham produsen mobil global yang memiliki pabrik di Meksiko mengalami penurunan tajam akibat kebijakan ini. Volkswagen turun hampir 4 persen, sementara saham Stellantis, produsen Chrysler dan Jeep, anjlok hampir 7 persen.
Bersambung ke halaman berikutnya…
Serangan Balik China dan Kanada
China langsung membalas dengan mengenakan tarif 15 persen terhadap impor ayam, gandum, jagung, dan kapas dari AS.
Selain itu, China juga menerapkan tarif 10 persen terhadap produk seperti sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk laut, buah-buahan, sayuran, dan produk susu.
China juga mengambil langkah non-tarif dengan memasukkan 15 perusahaan AS, termasuk produsen drone Skydio, ke dalam daftar kontrol ekspor. Ini berarti perusahaan-perusahaan China dilarang mengekspor peralatan dual-use kepada mereka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian menegaskan China akan “berjuang sampai akhir” jika AS terus memicu perang tarif dan perdagangan.
“Rakyat China tidak pernah takut terhadap tekanan dan ancaman,” ujarnya, melansir CNN.
Selain itu, China juga menghentikan impor kayu dari AS, menangguhkan izin ekspor kedelai dari tiga perusahaan AS, serta memulai penyelidikan anti-dumping terhadap produk serat optik AS.
Di sisi lain, Kanada juga bereaksi keras. Perdana Menteri Justin Trudeau menyatakan negaranya tidak akan mundur dan langsung menerapkan tarif 25 persen terhadap barang-barang AS senilai 30 miliar dolar Kanada atau setara Rp341,83 triliun, serta tambahan 125 miliar dolar Kanada atau Rp1.279,64 triliun dalam 21 hari ke depan.
Barang-barang AS yang akan dikenai tarif termasuk produk susu, daging, biji-bijian, anggur, bir, pakaian, sepatu, kosmetik, motor, serta produk kertas dan pulp tertentu.
Trudeau juga mengancam akan menggugat kebijakan tarif AS melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA).
“Kami akan terus mempertahankan tarif ini sampai AS mencabut kebijakan mereka,” tegasnya.
Gubernur Ontario Doug Ford bahkan mengancam akan memutus pasokan energi ke AS sebagai bentuk pembalasan.
“Jika mereka mencoba menghancurkan Ontario, saya tidak akan ragu memutus pasokan energi mereka, dan saya mendorong provinsi lain untuk melakukan hal yang sama,” ujarnya.
Meksiko Siap Bertindak
Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengatakan negaranya akan mengumumkan tarif balasan terhadap barang-barang AS serta langkah-langkah non-tarif pada Minggu (9/3) mendatang.
“Keputusan sepihak AS ini merugikan perusahaan nasional maupun asing yang beroperasi di negara kami, serta rakyat kami sendiri,” ujarnya dalam konferensi pers di Mexico City.
Sheinbaum juga berencana berbicara langsung dengan Trump untuk membahas masalah ini.
Ancaman Perang Dagang Besar
Kebijakan tarif Trump berpotensi memperburuk ketidakpastian ekonomi AS. Data terbaru menunjukkan belanja konsumen di AS menurun secara tak terduga pada Januari, sementara inflasi masih tinggi.
Selain itu, kepercayaan konsumen mengalami penurunan terbesar sejak 2009, yang menandakan kekhawatiran terhadap perekonomian AS.
Trump sendiri mengisyaratkan ini baru awal dari kebijakan tarifnya. Ia bahkan mengancam akan segera menaikkan tarif balasan terhadap Kanada jika negara tersebut terus melakukan aksi serupa.
Tarif timbal balik AS yang akan menyesuaikan dengan tarif negara lain diperkirakan berlaku pada 2 April 2025, sementara tarif baja dan aluminium dijadwalkan berlaku pada 12 Maret.
Tak hanya itu, Trump juga mengisyaratkan kemungkinan tarif baru terhadap produk pertanian impor guna meningkatkan penjualan dalam negeri.
[Gambas:Photo CNN]
Jika direalisasikan, kebijakan ini akan berlaku mulai 2 April.
Sementara itu, ekonom dan pelaku bisnis di AS memperingatkan tarif ini dapat memperburuk kondisi ekonomi dan menaikkan biaya hidup bagi masyarakat.
Wakil Presiden National Foreign Trade Council (NFTC) Tiffany Smith menyatakan dukungan terhadap upaya AS dalam menangani aktivitas ilegal di perbatasan, tetapi mengkritik kebijakan tarif yang dianggap merugikan.
“Tarif ini akan menaikkan biaya bagi bisnis dan konsumen AS serta melemahkan pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250306103752-92-1205630/saling-balas-tarif-impor-as-dengan-kanada-hingga-china