Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Sebuah laporan terbaru mengungkap bahwa jumlah serangan buaya terhadap manusia di Indonesia jadi yang tertinggi di dunia. Simak penjelasannya.
Hal tersebut terungkap dalam laporan The Crocodile Foundation, lembaga nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat untuk perlindungan dan pelestarian buaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, menurut laporan CrocAttack, lebih dari 1.000 serangan buaya terjadi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir yang menyebabkan 486 orang meninggal dunia.
Provinsi Bangka Belitung di tenggara Sumatera merupakan salah satu dari tiga provinsi dengan jumlah serangan tertinggi, bersama dengan Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Timur, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan April 2023 di jurnal Biological Conservation.
Aktivis lingkungan Langka Sani, pendiri Yayasan Alobi yang berbasis di Pangkalpinang, sebuah organisasi penyelamatan satwa, mengatakan bahwa Pulau Bangka serangan buaya meningkat dalam enam tahun terakhir di Bangka Belitung.
“Lebih dari 60 orang meninggal sejak 2016 (di Bangka), tetapi meningkat secara signifikan dalam enam tahun terakhir,” kata Langka, melansir Channel News Asia (CNA), Jumat (7/1).
Pada tahun 2024, Alobi mencatat 10 kematian hingga bulan November. Menurut Langka dibandingkan tahun 2016, ketika Yayasan Alobi mulai mengumpulkan data, peningkatannya sangat signifikan.
Kenapa buaya serang manusia?
Menurut para ahli, untuk mengatasi serangan buaya, ada kebutuhan untuk melihat dampak manusia terhadap lingkungan di Bangka.
“Konflik [antara manusia dan buaya] meningkat seiring dengan semakin rusaknya habitat buaya. Ini adalah bom waktu,” kata Langka.
Pulau Bangka kaya akan timah, sebuah komponen penting dalam barang elektronik seperti telepon genggam. Merek-merek besar seperti Apple dan Samsung dilaporkan mendapatkan timah dari Bangka.
Indonesia merupakan produsen timah terbesar ketiga di dunia pada tahun 2023 setelah China dan Myanmar, menurut situs web pengumpul data Statista.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bangka menyumbang 90 persen dari produksi timah nasional. Selama bertahun-tahun, penambangan timah di Bangka dilakukan oleh perusahaan milik negara PT Timah, tetapi selama lebih dari satu dekade, penambangan ilegal merajalela.
Para penambang skala kecil dapat menambang di area yang diperuntukkan bagi penggunaan lain, seperti kawasan hutan lindung atau konsesi perusahaan yang sedang dalam proses reklamasi.
“Kami tahu tambang ilegal merajalela – di belakang sekolah, di dekat gedung perkantoran, jadi ada di mana-mana,” kata Langka.
“Buaya muara [Crocodylus porosus] hidup di dekat muara. Mereka tidak berada di laut dan tidak berada di sungai yang dalam. Buaya-buaya ini akan terganggu ketika penambangan ilegal dilakukan di dekat muara,” tambahnya.
Buaya muara, yang juga dikenal sebagai buaya air asin, adalah yang terbesar dari semua spesies buaya dan dapat tumbuh hingga 7 meter dan beratnya hampir 1.000 kg. Buaya-buaya ini sangat sensitif terhadap suara, kata Langka.
“Jika ada banyak penambangan ilegal, suara-suara itu akan membuat mereka merasa stres, dan mereka akan mencoba melawan atau bermigrasi. Kadang-kadang mereka menyerang penambang ilegal atau bermigrasi ke hilir, tetapi ketika mereka menemukan tempat baru, sudah ada buaya lain,” jelas dia.
Buaya-buaya tersebut, katanya, akan berebut wilayah dan beberapa di antaranya berakhir di daerah perkotaan. Ada sekitar 97 sungai di Bangka dan banyak di antaranya mengalir melalui kota-kota dan bahkan Pangkalpinang, ibukota Bangka Belitung.
Dengan tubuh mereka yang sebagian besar terendam air – terutama air yang keruh akibat pengerukan untuk penambangan timah – buaya-buaya ini sulit dikenali.
Penambangan timah juga telah meluas dari daratan ke lepas pantai dalam beberapa tahun terakhir, dan Langka menunjukkan bahwa sungai-sungai di Bangka sekarang sebagian besar rusak.
Sedimentasi telah secara drastis mengurangi aliran beberapa sungai dan dapat mempengaruhi terumbu karang – yang menyediakan tempat berlindung, tempat berkembang biak, pembibitan dan makanan untuk ikan – dan mencegah kepiting dan telur udang menjadi berlimpah, sehingga mengurangi pasokan makanan buaya.
“Manusia tidak termasuk dalam menu makanan buaya. Tapi untuk bertahan hidup, mereka tidak punya pilihan selain mencari makanan, jadi mereka mulai menyerang manusia. Terkadang, mereka menyerang sebagai bentuk perlawanan, bukan untuk mencari makan,” kata Langka.
(dmi/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250207175843-199-1195841/serangan-buaya-di-indonesia-tertinggi-di-dunia-ini-penyebabnya