Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut tahun 2024 mengalami anomali suhu sebesar 1,55 derajat Celcius. Angka ini melewati batas peningkatan suhu yang ditetapkan pada Paris Agreement, yakni 1,5 derajat Celcius.
“Suhu udara permukaan, baik secara global ataupun secara nasional itu terus mengalami peningkatan dan anomali suhu udara di tahun 2024 telah mencapai 1,55 derajat Celsius,” ujar Dwikorita dalam webinar bertajuk Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem, Senin (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sementara itu kesepakatan Paris atau Paris Agreement menyepakati perbedaan antara masa praindustri hingga masa kesepakatan itu di akhir abad 21 adalah 1,5 derajat celsius,” tambahnya.
Dalam pakta Paris Agreement, negara-negara penandatanganan sepakat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim. Masa pra-industri berada di antara tahun 1850 hingga 1900.
Dwikorita mengatakan dari tahun 1900 hingga 1980 peningkatan suhu cenderung landai. Peningkatan suhu yang cepat kemudian terjadi setelah periode 1980.
Peningkatan suhu yang sangat cepat ini ditandai oleh dekade terakhir yang mencatatkan sebagai dekade terpanas yang pernah ada dalam sejarah.
“Jadi memang 10 tahun terakhir ini peningkatan suhu permukaan bumi adalah semakin melonjak sebagai suhu terpanas. Tahun 2023 adalah tahun El Nino, dan 2024 adalah peralihan menuju kondisi La Nina,” kata Dwikorita.
“Fase-fase tersebut mengakibatkan risiko kekeringan dan banjir di berbagai wilayah dunia, termasuk Indonesia,” tambahnya.
Menurut Dwikorita, masalah iklim ini akan membuat potensi banjir dan kekeringan menjadi lebih parah. Ia mencontohkan banjir parah 5 tahunan Jakarta bisa saja periodenya menjadi lebih pendek, bahkan menjadi banjir tahunan.
Hal tersebut mungkin terjadi, katanya, jika kita tidak bisa mengelola lingkungan dengan baik.
Curah hujan dan peningkatan suhu
Dwikorita menjelaskan bagaimana peningkatan suhu berdampak pada peningkatan curah hujan.
“Kejadian hujan ekstrim itu semakin meningkat, yang meningkat adalah intensitas, frekuensi, dan durasinya. ini korelatif dengan kenaikan suhu permukaan. Nanti data menunjukkan semuanya korelatif dengan peningkatan gas konsentrasi gas-gas rumah kaca,” jelasnya.
“Jadi ada benang merah yang saling menunjukkan sebab akibat antara peningkatan emisi gas rumah kaca dengan peningkatan suhu udara dan dengan peningkatan kejadian ekstrem,” lanjutnya.
Dwikorita menyebut peningkatan suhu udara memacu siklus hidrologi terjadi lebih cepat. Alhasil, periode cuaca ekstrem basah akan menjadi lebih basah, dan sebaliknya cuaca ekstrem kering akan menjadi lebih kering.
(lom/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250324133003-641-1212387/suhu-global-naik-155-derajat-dunia-lewati-batas-paris-agreement