Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut telah mengirim surat ke Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, berisi tenggat waktu selama dua bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir baru.
Surat itu disampaikan kepada Khamenei melalui utusan Trump untuk urusan Timur Tengah Steve Witkoff dan Presiden Uni Emirat Arab Mohammed Bin Zayed.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Witkoff disebut menyerahkan surat tersebut kepada Zayed dalam sebuah pertemuan di Abu Dhabi, setelah itu utusan UEA Anwar Gargash pergi ke Teheran untuk menyampaikannya kepada Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi.
Dilansir dari Middle East Monitor, Trump menyebut niat melalui surat itu adalah untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir. Sementara Khamenei mengecam hal itu, dan menyebutnya sebagai “taktik intimidasi” Trump.
“Kita tidak bisa membiarkan mereka memiliki senjata nuklir. Sesuatu akan segera terjadi. Saya lebih suka kesepakatan damai daripada pilihan lainnya, tetapi pilihan lainnya akan menyelesaikan masalah,” kata Trump beberapa waktu lalu.
Pada 8 Maret, Trump mengaku telah menulis surat untuk Khamenei, yang berisi desakan digelarnya perundingan baru soal program nuklir.
“Saya harap Anda akan bernegosiasi karena jika kita harus secara militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka,” kata Trump beberapa waktu lalu.
Pada 2018 lalu, Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran.
Meskipun mematuhi perjanjian itu selama lebih dari setahun setelah penarikan diri AS, namun Iran secara bertahap mengurangi komitmennya dengan alasan kegagalan pada penandatangan kesepakatan yang tersisa.
Pemerintah Trump baru-baru ini telah mengisyaratkan kembali strategi “tekanan maksimum”, dengan fokus pada sanksi ketat untuk mengekang program nuklir dan rudal balistik Iran.
(dna)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250320162036-134-1211204/trump-disebut-beri-iran-waktu-2-bulan-capai-kesepakatan-nuklir-baru