Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Gencatan senjata Israel-Hamas terancam di ambang kehancuran usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump sesumbar soal Jalur Gaza.
Trump sempat mengusulkan relokasi sebagian warga Gaza ke negara lain, mengambil alih wilayah itu, dan terbaru menyatakan ingin membeli Gaza.
Di tengah retorika Trump, Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan menembak mati sejumlah warga Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamas lalu mengumumkan untuk menunda pembebasan sandera karena tindakan brutal Israel.
Meski demikian, juru bicara sayap militer Hamas Brigade Al Qassam Abu Ubaida mengatakan “pintu masih terbuka” untuk pertukaran tahanan. Dia menegaskan Hamas akan tetap berkomitmen ke kesepakatan jika Israel bisa menepati janji.
Pengumuman Hamas menunjukkan pesan yang jelas untuk Israel dan negara sekutunya Amerika Serikat.
Lalu, bagaimana nasib gencatan senjata Israel-Hamas?
Tak lama setelah pengumuman Hamas, Trump mendesak Israel untuk membatalkan gencatan senjata jika Hamas tak membebaskan sandera pada 15 Februari.
“Menurut saya, jika semua sandera tak dikembalikan pada Sabtu pukul 12.00, saya akan katakan, batalkan saja dan biarkan kekacauan terjadi,” kata Trump ke awak media di Ruang Oval pada Senin (10/2), dikutip CNN.
Saat ditanya kekacauan seperti apa yang akan terjadi di Gaza, Trump tak memberi komentar lebih jauh. Perseteruan ini muncul saat negosiasi tahap kedua gencatan senjata sudah dimulai.
Sumber keamanan Mesir mengatakan pembicaraan tahap kedua gencatan senjata sekarang ditunda hingga ada indikasi dari AS soal pertukaran tawanan dan ketenangan yang berlanjut di Gaza.
Mesir, AS, dan Qatar merupakan mediator dalam negosiasi gencatan senjata Israel-Hamas.
Melihat situasi saat ini, sumber tersebut juga mengaku khawatir kesepakatan itu akan gagal.
Retorika Trump yang begitu ekstrem soal Gaza menjadi sangat serius di situasi sekarang. Namun, sejumlah pakar tak punya pandangan pasti terkait arah kebijakan dia di masa depan.
Direktur eksekutif American Muslims for Palestine, Osama Abuirshad, menilai sulit menerka maksud Trump yang kerap menggunakan strategi untuk membuat publik waspada.
“Sekarang apakah itu akan berhasil atau tidak, itu cerita yang berbeda. Tetapi, retorika dia akan berdampak,” kata Abuirshad.
Dia lalu berujar, “Kita sedang bicara soal sosok yang impulsif, sosok yang tak punya kecerdasan majemuk.”
Abuirshad juga menduga Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berusaha menunda tahap kedua kesepakatan dengan bantuan tak langsung dari Trump.
Di sisi lain, Netanyahu punya misi khusus yakni memenangkan sayap kanan dan memperpanjang karier politiknya.
“Trump telah menciptakan ruang ini untuk dia,” kata Abuirshad, dikutip Middle East Eye.
Trump sesumbar akan membangun kembali Gaza dan membuat wilayah itu seperti Reviera Timur Tengah atau semacam kawasan elit dengan mengusir warga dari wilayah tersebut.
Kondisi ini, menurut dia, akan menciptakan peluang ekonomi dan investasi baru.
Banyak pengamat meyakini kebijakan apa saja yang diambil Trump hanya berorientasi pada uang tanpa peduli kemanusiaan.
“Jika tidak ada sikap tegas dari negara-negara Arab dan Muslim, PBB, dan komunitas internasional, ini bisa terjadi bukan hanya mengusir warga Palestina, tapi membuat mereka kelaparan sampai mati, sehingga mereka hanya punya satu pilihan: pergi,” ujar Abuirshad.
Direktur eksekutif Arab Center Washington DC, Khalil Jahshan, sepakat negara-negara Arab lah yang harus melawan menciptakan semacam perubahan posisi Trump.
Pemerintah Arab, kata dia, harus bangun dan menyadari bahwa per 20 Januari Amerika Serikat bukan seperti negara yang mereka kenal sebelumnya.
“Aliansi mereka dengan AS tak berlaku, dan mereka perlu menyesuaikan diri,” kata Jahshan.
“Pada dasarnya mereka perlu mengatakan, ‘Jika Anda mencoba merendahkan dan mendikte kami dengan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan nasional, maka hubungan kami perlu dikaji ulang,” imbuh dia.
Akan tetapi, negara-negara seperti Mesir dan Yordania kemungkinan tak punya pengaruh sama sekali.
Menurut laporan Kemlu AS, kedua negara itu berada di tiga daftar paling atas penerima bantuan militer Amerika. Pada 2023, kedua negara itu menerima lebih dari US$1,5 miliar dari Negeri Paman Sam.
“Hanya ada dua pemain utama dalam kasus ini: Arab Saudi, secara umum, dan Qatar dalam hal proses itu sendiri,” ujar Jahshan.
Kedua negara itu, lanjut dia, harus bertindak seperti orang dewasa dan berkata, “Ini harus dihentikan jika hubungan kita ingin terus berlanjut.”
(isa/dna/rds)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250211122350-134-1196932/trump-mau-ambil-gaza-bagaimana-nasib-gencatan-senjata-israel-hamas