Jakarta, CNN Indonesia —
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur berpendapat wajah Indonesia akan makin gelap ke depannya lantaran akan masuk dalam cengkeraman otoritarianisme usai RUU TNI disahkan menjadi UU oleh DPR hari ini.
“Wajah Indonesia semakin gelap dan masuk dalam cengkeraman otoritarian, kembali terperosok dalam militerisme dan penundukan sipil,” kata Isnur dalam keterangannya, Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isnur mengecam keras dan menolak pengesahan RUU TNI oleh DPR ini. Ia pun sudah memprediksi pembahasan dan pengesahan RUU TNI akan dilakukan dengan cara kilat dan inkonstitusional lantaran tak mengindahkan kritik dari masyarakat.
Baginya, partai-partai di DPR melalui fraksinya seperti ‘kerbau dicucuk hidung’ lantaran ikut dengan selera penguasa.
“Ini pola yang sudah terlihat di DPR sejak Revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU BUMN. DPR bersama pemerintah telah menjadi tirani, dimana tak mentolerir perbedaan dan kritik,” ujarnya.
Isnur melihat suara dan kegelisahan rakyat tak lagi menjadi pedoman dan acuan dalam membuat Undang-undang oleh DPR.
Ia juga menyoroti masyarakat yang ingin bersuara di di DPR mengkritik RUU TNI malah dihadapi oleh pasukan tentara dan Polisi dengan alat dan senjata yang terlihat lengkap.
“Bersiaplah, karena paket Undang-Undang lain yang juga mengerikan dan gelap sedang dikebut untuk diselesaikan,” ujarnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama menganggap para wakil rakyat di DPR justru telah bertindak sebagai alat kepentingan politik yang menguntungkan oligarki dan elite militer.
Virdika mengatakan diberikannya jalan oleh DPR bagi militer untuk memperluas pengaruhnya di ranah sipil sama saja telah mengkhianati mandat rakyat yang memilih.
“Keputusan ini membuktikan bahwa DPR lebih memilih melayani kepentingan kekuasaan daripada membela demokrasi dan supremasi sipil,” kata Virdika.
Virdika juga menganggap pengesahan RUU TNI ini dilakukan dengan cara yang jauh dari prinsip demokratis. Ia melihat tidak ada konsultasi publik yang memadai, diam-diam, dan naskah akademiknya hanya terdiri dari 28 halaman dengan kepustakaan hanya satu halaman.
“Lebih ironis lagi, pembahasan dilakukan di hotel bintang lima, di bawah penjagaan ketat pasukan Koopsus, seakan-akan ini adalah operasi militer, bukan penyusunan regulasi sipil yang seharusnya transparan dan akuntabel,” kata dia.
Rapat paripurna DPR telah mengesahkan RUU TNI menjadi UU pada Kamis hari ini. Tidak ada satu fraksi pun yang menolak RUU tersebut.
Pengesahan RUU TNI diwarnai gelombang aksi penolakan masyarakat sipil terhadap RUU tersebut karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Sementara itu Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengklaim TNI akan bekerja secara profesional dan tidak akan mengecewakan rakyat setelah revisi UU TNI ini.
Sjafrie mengatakan sejumlah masalah telah dibahas bersama pemerintah dan Komisi I DPR. Seperti memperkuat kebijakan modernisasi alutsista industri pertahanan di dalam negeri untuk menopang kekuatan dan kemampuan TNI sebagai pengawal kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia
Kemudian memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas non-militer dengan terlebih dahulu harus meninggalkan tugas dinas aktif atau pensiun.
“Tiga, meningkatkan kesejahteraan prajurit serta jaminan sosial bagi keluarga prajurit. Empat, Menyesuaikan ketentuan terkait kepimpinan, jenjang karier, dan usia pensiun sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan Undang-Undang,” katanya.
(fra/rzr/fra)