Walhi hingga Dosen Bantah Menteri ATR soal Abrasi di HGB Laut Sidoarjo

Berita, Nasional2 Dilihat
banner 468x60
banner 468x60



Surabaya, CNN Indonesia

Sejumlah pihak membantah klaim Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang menyebut Hak Guna Bangunan (HGB) di laut Sidoarjo, berdiri di atas daratan yang terdampak abrasi.

Nusron menyebut, dulunya lahan itu adalah tambak perikanan. Namun seiring waktu terjadi pengikisan tanah di pesisir pantai atau abrasi. Walhasil lahan tersebut sekarang menjadi bagian dari laut. Dia juga menunjukkan foto atau peta lahan pada saat kondisi sebelum dan sesudah terjadi abrasi.

“Dulu awalnya itu adalah tambak ceritanya. Nah, kemudian saya cocokkan dengan peta supaya bapak-bapak paham ini saya tunjukin peta before sama after. Sebelumnya memang begini (lahan tambak), dan sekarang laut,” kata Nusron di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1) kemarin.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, klaim Nusron itu dibantah oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang melakukan penelitian pada temuan HGB tersebut.

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Wahyu Eka Setyawan mengatakan, berdasarkan visual citra satelit, wilayah yang menjadi lokasi HGB tersebut berada di kawasan laut sejak bertahun-tahun silam.

“Bahkan sejak tahun 2002 kawasan tersebut tidak pernah berupa daratan, sehingga klaim [Nusron] bahwa sebelumnya merupakan daratan harus dibuktikan secara transparan oleh BPN kepada publik,” kata Wahyu.

Tak cuma Walhi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin, orang pertama yang membongkar temuan HGB ini juga melakukan pengamatan citra satelit serupa.

“Saya ingin membagikan temuan penting yang menunjukkan bahwa pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan laut Sidoarjo secara historis berada di atas laut, mangrove, dan tambak,” kata Thanthowy.

Fakta ini, kata dia, didukung oleh data visual berupa timelapse dari Google Earth, yang merekam perubahan kondisi wilayah HGB tersebut dari tahun 1988 hingga 2022.

Thanthowy mengungkapkan, metode pengamatannya ini berpatokan pada titik koordinat spesifik lokasi yang dianalisis. Tepatnya di koordinat 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E dan 7.354179°S, 112.841929°E.

“Seluruh data koordinat tersebut saya ambil dan validasi melalui aplikasi Bhumi ATR milik Kementerian ATR/BPN untuk diolah dalam Google Earth,” ucapnya.

Dari titik koordinat lokasi HGB itu, Thanthowy kemudian menggunakan fitur timelapse atau historical imagery di Google Earth untuk mendapatkan visualisasi perubahan geografis dari tahun 1988 hingga 2022.

“Fitur ini memungkinkan pengamatan perubahan kondisi kawasan berdasarkan citra satelit yang terdokumentasi secara berkala,” ucapnya.

Setelah mengumpulkan data dari Google Earth, Thanthowy kemudian merangkumnya ke dalam video timelapse. Video ini bertujuan memberikan bukti visual dan sejarah kawasan tersebut menggunakan citra satelit.

“Hasil temuannya, kawasan yang saat ini bersertifikat HGB secara konsisten merupakan pesisir, area mangrove, tambak perikanan, dan laut hingga saat ini. Tidak ada bukti bahwa kawasan tersebut pernah menjadi daratan untuk pemukiman atau pembangunan.

“Temuan ini memberikan bukti kuat bahwa kawasan tersebut merupakan bagian penting dari ekosistem pesisir dan laut yang seharusnya dikelola secara hati-hati,” tegasnya.

[Gambas:Youtube]







Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *